Selasa, 29 September 2009

sampul depan

PROBLEMA PENGGUNAAN METODE GRAMATIKA TERJEMAH DALAM MEMBACA KITAB JURUMIYAH DAN PENYEBABNYA
DI MADRASAH DINIYAH AL ITTIHAD
KUNJANG KEDIRI

SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Muhammadiyah Surabaya
untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program sarjana strata satu ( S-1)













Oleh : AH.BURHANUDIN
NIM : 05521010
Jurusan : Tarbiyah


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
TAHUN 2009
NOTA PEMBIMBING
Lamp :
Hal : Naskah Skripsi
Kepada yth
Bapak Dekan Fakultasa Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Surabaya
Di Surabaya
Assalamualaikum wr. Wb
Setelah membaca, meneliti, dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka kami selaku dosen pembimbing berpendapat bahwa skripsi saudara :
Nama : Ah. Burhanudin
NPM : 05521010
Judul : Problema Penggunaan Metode Gramatika Terjemah dalam Membaca Kitab Jurumiyah dan penyebabnya di Madrasah Diniyah Al Ittihad Kunjang Kediri

Telah dapat disajikan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Agama Islam Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surabaya. Harapan kami semoga dalam waktu yang singkat dapat diadakan munaqosah.
Atas perhatiannya kami sampaikan terima kasih.
Wassalmualikum Wr.Wb
Surabaya, Juli 2009
Pembimbing




Drs. Mahmudi



LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini telah dibahas dan di pertahankan didepan tim penguji Skripsi fakultas agama islam universitas muhammadiyah surabaya pada :
Hari : jumat
Tanggal : 17 juli 2009
Tempat : Gedung fakultas Agama Islam Surabaya

Dan telah diterima untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S-1) jurusan Tarbiyah, maka dengan ini kami sahkan hasil sidang ujian munaqosah diatas.

Mengesahkan
Dekan Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Surabaya


Drs. Syueb Mpd.i
Team penguji skripsi
1.Ketua : Drs. Mahmudi ( )
2.Penguji : Drs. Miftahul arifin Mpdi ( )
3.Sekretaris : Drs. Marddjuki Mpdi. ( )

skripsi ini saya persembahkan kepada :

Bapak, emak dan si mbah putriku

Adek, saudara, sahabat dan teman kuliahku

Rekan-rekan kerjaku

Madrasah diniyah al ittihad

Universitas muhammadiyah surabaya







KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Dengan rasa syukur yang tak terhingga, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah menganugerahkan daya kekuatan lahir dan batin, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini, Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, sahabat beserta pengikut nya yang telah memperjuangkan agama islam.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelelesaian tugas akhir ini tidak akan dapat terlaksana tanpa adanya peran serta kerja sama dari semua pihak, karena itu sebagai rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga penulis haturkan kepada yang terhormat :
1. Drs. Syueb Mpdi selaku Dekan fakultas Agama Islam universitas muhammadiyah surabaya.
2. Drs. Mahmudi selaku dosen dan pembimbing yang telah mengarahkan hingga selesainya skripsi ini
3. Bapak/ibu Dosen , staf dan karyawan fakultas agama islam universitas muhammadiyah surabaya.
4. Kepala sekolah, guru dan staf madrasah diniyah al ittihad prayungan kuwik kunjang kediri beserta siswa-siswi.
5. Kedua orang tuaku, adik dan nenek yang telah mendukung dan mendoakan setiap waktu.

6. Keluarga Bapak Kurniawan dan Ibu Iis Irawati, serta saudara Zainal Arifin SE beserta keluarga, yang telah banyak membantu studiku hingga terselesainya skripsi ini.
7. Semua teman, sahabat dan semua pihak yang telah membantu menyelesaikan dan memberi motivasi.
Semoga semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis diterima oleh Allah dan dicatat menjadi amal kebaikan serta mendapat imbalan yang berlipat, akhirnya penulis berharap semoga skripsi inidapat memberi nilai tambah yang menjadi perbendaharaan keilmuan, terutama bagi penulis maupun khalayak yang berminat, hanya kepada Allahlah segala permasalahan penulis kembalikan serta limpahan ridhonya penulis harapkan, semua kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini, selebihnya penulis sampaikan terima kasih.

Penulis


Ah. Burhanudin




DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................i
NOTA PEMBIMBING.......................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................iii
HALAMAN PERSEMBAHAN......................................................... iv
KATA PENGANTAR........................................................................vi
DAFTAR ISI…………......................................................................vii
ABSTRAKSI SKRIPSI....................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar belakang masalah ………..………………………….. ................1
B.Rumusan masalah ………………………………….…....................… 3
C.Tujuan dan kegunaan penelitian ………………………….......….…., 4
D.Penegasan istilah dalam judul …...……………….…........................... 5
E. Sistematika pembahasan .....……………………………..……......... 9
BAB II TINJAUAN TEORI
A.Dasar-Dasar Teoritis Pengajaran Bahasa...............................................10
B.Penerjemahan Dan Pembinaan Peradaban............................................ 19
C.Teori Dan Konsep Terjemah..................................................................21
D.Asumsi dalam penerjemahan.................................................................23
E.Gramatika terjemah sebagai suatu metode............................................25
F.Madrasah diniyah.................................................................................29
G.Membaca..............................................................................................30
H.Kitab Jurumiyah...................................................................................41
BAB III METODE PENELITIAN
A.Jenis dan model pendekatan sumber data penelitian..........................46
B.Jenis dan sumber data……………………………………………….46
C.Metode penentuan sampel dan subyek/obyek penelitian....................46
D.Metode instrumen pengumpulan data................................................47
E.Metode analisis data...........................................................................49
BAB IV SAJIAN DAN ANALISIS DATA
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1.Sejarah perkembangan madarasah diniyah al-ittihad ......................47
2.Visi dan misi madrasah diniyah al ittihad......................................49
3.Struktur organiaasi madrasah diniiyah al-ittihad............................50
4.Keadaan guru..................................................................................51
5.Keadaan siswa.................................................................................52
6.Aktifitas pendidikan........................................................................52
7.Aktifitas kbm kitab jurumiyah.........................................................54
B. Sajian data……………………………..........……………………..54
C. Analisis data………………………………..........,,……………….62
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan......................................................................................68
B.Saran- saran..................................................................................... 69
C.Penutup............................................................................................70
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................78
LAMPIRAN-LAMPIRAN















Abstraksi
Prilaku yang baik dan integritas moral yang kuat tidak akan terwujud dalam pribadi seseorang tanpa melalui proses pandidikan, salah satu proses yang dapat dilakukan untuk mencapai hal tersebut melalui pendidikan non formal yaitu pendidikan agama di madrasah diniyah.
Rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana penggunaan dan penerapan metode Gramatika terjemah dalam pembacaan kitab jurumiyah di madrasah Diniyah Al Ittihad Kunjang Kediri, apa problema penggunaan dan penerapan metode gramatika terjemah dalam pembacaan kitab jurumiyah di madrasah Diniyah Al Ittihad Kunjang Kediri, serta apa penyebab problema penggunaan metode gramatika terjemah dalam pembacaan kitab jurumiyah di madarasah Diniyah Al Ittihad kunjang kediri ?
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitan kualitatif deskriptif, yaitu penelitian yang sumber datanya berasal dari buku dan penelitian dilapangan.
Dari analisis peneliti yang dilakukan dengan berbagai metode antara lain memakai metode observasi dan evaluasi serta angket diperoleh hasil tentang proses pembelajaran metode gramatika terjemah dalam membaca kitab jurumiyah dimadrasah diniyah al ittihad kunjang kediri sebagai berikut : pembelajaran metode gramatika terjemah dalam membaca kitab jurumiyah dimadrasah diniyah al ittihad kunjang kurang maksimal dan dirasakan belum tuntas.

Kata kunci : Semangat!!!

bab i

BAB I
PENDAHULUAN.
A. Latar belakang masalah.
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Pendidikan merupakan sektor pembangunan nasional yang memegang peranan penting dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, masalah pendidikan merupakan suatu masalah yang sangat penting dan memerlukan perhatian yang serius dalam upaya meningkatkan kemajuan bangsa dan negara.
Laju pertumbuhan dan perkembangan dalam dunia pendidikan dewasa ini banyak mengalami kemajuan dan perubahan, perubahan ini mengarah kepada perbaikan dan pengembangan diberbagai bidang, tidak terkecuali dalam bidang Pendidikan Agama Islam khususnya di madrasah Diniyah dan pondok pesantren yang pada proses pembelajarannya banyak menggunakan kitab-kitab berbahasa Arab, bahasa Arab adalah bahasa yang sangat erat kaitannya dengan berbagai bentuk peribadatan dalam islam, disamping kedudukannya sebagai bahasa kitab suci Al quran, selain itu bahasa Arab juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan seorang muslim dalam melakukan ibadah sholat, untuk memenuhi kebutuhan inilah bahasa Arab pada mulanya diajarkan dengan metode verbalistik (alphabetic metode).
Seiring dengan perkembangan zaman, metode verbal dirasa sudah tidak cocok dan tidak cukup, hal ini karena pembelajaran bahasa Arab tidak hanya sekedar untuk membaca Al quran yang dipakai sebagai sarana peribadatan, melainkan berkembang sebagai Al quran sebagai pedoman hidup yang harus dipahami dan diamalkan ajarannya, demikian pula do’a atau bacaan dalam sholat yang sangat perlu dipahami dan dihayati maknanya, agar sholat benar– benar berrfungsi sebagai media komunikasi dengan sang pencipta (Ahmad fuad efendi, 2004 : 22).
Selanjutnya untuk memenuhi tuntutan ini, maka kemudian muncul metode Gramatika terjemah, pengajaran bahasa Arab dalam bentuk ini adalah yang paling dominan di tanah air, kontribusinya dalam memahamkan umat islam indonesia terhadap ajaran agama islam sangat besar.
meskipun pada saat ini telah banyak ditemukan metode pengajaran bahasa Arab yang lain, namun metode ini masih banyak dipakai dan dipertahankan eksistensinya oleh banyak lembaga pendidikan agama islam antara lain Pondok pesantren dan madrasah Diniyah, pondok pesantren dan madrasah Diniyah sebagai suatu lembaga pendidikan agama islam yang dulunya hanya dipandang sebelah mata, pada saat ini mulai mendapat perhatian yang serius dari pemeritah dan masyarakat, fenomena ini sejalan dengan tuntutan masyarakat yang dirasakan semakin kuat terhadap peran pendidikan agama islam bagi masa depan anak1, untuk menjawab tuntutan inilah maka penelitian ini dilaksanakan, yaitu untuk lebih mengoptimalkan proses pembelajaran agama islam dimadrasah Diniyah dan pondok pesantren, khususnya pengoptimalan proses pembelajaran membaca kitab jurumiyah mengunakan metode Gramatika terjemah.
Alasan lain yang mendasari pelaksanaan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui bagaimana penerapan metode Gramatika terjemah dalam proses pembelajaran, yang diharapkan dari hasil penelitian ini yaitu dapat diketahui faktor-faktor kelemahan dan kelebihan dari proses pembelajaran metode gramatika terjemah serta faktor-faktor yang mendukung dan yang kurang mendukung terhadap keefektifan penerapan metode ini, apabila faktor – faktor ini telah diketahui, maka hasil dari penelitian ini dapat dipakai sebagai titik tolak untuk lebih mengoptimalkan pemakaian dan penerapan metode Gramatika terjemah sehingga dalam masa yang akan datang menjadi metode yang lebih baik dan lebih efektif.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti ingin mengetahui :
1.Bagaimana penggunaan dan penerapan metode Gramatika terjemah dalam pembacaan kitab jurumiyah di madrasah Diniyah Al Ittihad Kunjang Kediri ?
2.Apa problema penggunaan dan penerapan metode gramatika terjemah dalam pembacaan kitab jurumiyah di madrasah Diniyah Al Ittihad Kunjang Kediri ?
3.Apa penyebab problema penggunaan metode gramatika terjemah dalam pembacaan kitab jurumiyah di madarasah Diniyah Al Ittihad kunjang kediri ?

C. Tujuan dan kegunaan penelitian.
a). Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.Untuk mengetahui gambaran tentang penggunaan dan penerapan metode Gramatika Terjemah.
2.Untuk mengetahui problema dalam penggunaan metode Gramatika Terjemah
3.Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan problema dalam penggunaan metode Gramatika Terjemah.
4.Untuk mengetahui pemecahan problema dalam penggunaan metode gramatika terjemah.
b).Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan bagi :
1. Peneliti.
Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman dari disiplin ilmu yang telah dipelajari, serta dapat menerapkan teori – teori yang telah diperoleh dalam perkuliahan pada permasalahan dunia nyata.
2. Pengembangan Ilmu Pengetahuan.
Terutama bagi penelitian yang akan datang, khususnya yang sehubungan dengan hal pemakaian metode pada pembelajaran bahasa Arab, sehingga didapatkan hasil yang tepat dan optimal.
3. Kalangan Akademis.
Dapat menjadi bahan bacaan dalam melengkapi pustaka perguruan tinggi, serta berguna untuk referensi dalam penelitian selanjutnya.
E. PENEGASAN ISTILAH DALAM JUDUL.
Sehubungan dengan judul dalam penelitian ini yaitu “Problema Penggunaan metode gramatika terjemah dalam membaca kitab jurumiyah di madrasah Diniyah Al Ittihad Kunjang Kediri “ maka penulis menegaskan:
1. Problema.
Adalah kata serapan yang berasal dari bahasa inggris “problem”, yang berarti masalah / permasalahan sulit yang dihadapi(Pius A Partanto, 1994: 626).
2. Penggunaan Metode Gramatika terjemah.
Penggunaan berarti pemakaian, penerapan atau aplikasi (Achmad Maulana, 2004: 31), sedangkan metode berasal dari bahasa yunani Methodos yang berarti cara atau jalan, didalam bahasa indonesia metode adalah cara yang teratur dan terpikirkan baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya), cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai suatu yang ditentukan(Nashruddin Baidan, 2000:13 )
Gramatika Terjemah adalah suatu teknik dalam pengajaran bahasa, sedangkan teknik penyajiannya secara umum adalah : Guru (kiai) membaca dan murid (masing-masing) memegang buku (kitab). Guru membaca dan mengartikan katademi kata atau kalimat demi kalimat kedalam bahasa daerah khas pesantren yang telah didekatkan kedalam sensivitas Bahasa Arab. Santri mencatat setiap kata atau kalimat yang diucapkan oleh guru, pekerjaan santri mencatat arti setiap kata ini dikenal dengan istilah memberi “jenggot”, karena terjemahan bahasa daerah yang dicantumkan langsung dibawah kata Arab tadi ditulis menjulur kebawah menyerupai jenggot
Yang unik dan spesifik dari pelaksanaan metode gramatika terjemah ini adalah model penerjemahan yang sekaligus mengajarkan tata kalimat (qawaid), yaitu menggunakan kata-kata tertentu sebagai simbol yang menunjukan fungsi suatu kata dalam kalimat ( Ahmad Fuad Effendi, 2004 : 23).
Cikal bakal metode ini dapat dirujuk ke abad kebangkitan eropa (abad 15), ketika banyak sekolah dan universitas di Eropa pada waktu itu mengharuskan pelajar/ mahasiswanya belajar bahasa latin, karena dianggap mempunyai “nilai pendidikan yang tinggi” guna mempelajari teks-teks klasik.(Al-Araby,1981).
Metode ini merupakan pencerminan yang tepat dari cara bahasa-bahasa Yunani kuno dan latin diajarkan selama berabad-abad (Subyakto, 1993). Akan tetapi penamaan metode klasik ini dengan “Grammar Translation Method” baru dikenal pada abad 19, ketika metode ini digunakan secara luas di benua Eropa (Brown, 2001). Metode ini juga banyak digunakan untuk pengajaran bahasa Arab, baik di negeri-negeri Arab maupun di negeri-negeri islam yang lainnya termasuk indonesia. ( Ahmad Fuad Effendi, 2004 : 31).
Jadi penggunaan metode gramatika terjemah adalah pemakaian dan penerapan metode gramatika terjemah dengan cara yang bersistem dan terpikirkan untuk mencapai tujuan penggunaan metode ini, yaitu untuk membaca kitab jurumiyah.

1.Membaca Kitab Jurumiyah
Membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau dalam hati), mengeja/melafalkan yang tertulis(Departemen Pendidikan Nasional, 2000: 16). Sedangkan kitab menurut bahasa memiliki arti buku baik besar /tebal atau kecil /tipis, tetapi dalam istilah di Pesantren kitab dengan buku adalah berbeda. Kitab dalam istilah sehari-hari adalah sebuah buku yang berisikan pelajaran yang bertuliskan huruf Arab, dan biasa dipelajari di pesantren-pesantren atau di lembaga-lembaga pendidikan agama Islam, sedangkan buku biasa bertuliskan bukan huruf Arab walaupun dipelajari di pesantren atau di lembaga pendidikan Islam. Istilah ini ternyata bisa berkembang yaitu walaupun bertuliskan huruf Arab kadang kadang disebut buku juga tetapi yang biasa disebut kitab tidak berlaku untuk disebut buku.
Dalam pencetakan kitab-kitab zaman dulu yang lazimnya disebut kitab klasik atau kitab kuning memiliki sistematika penulisan tersendiri. Sistimatika tersebut adalah sebagai berikut: Judul besarnya Kitab, anak judulnya Bab, anak bab fasal, dari fasal ini memiliki anak anak lagi seperti Far’un, Faidatun, Tanbihun dll. Dalam satu buku berisikan beberapa kitab, misalnya Kitabut Toharoh, Kitabun Nikah, Kitabul Jinayah Ada yang satu kitab berisikan memang satu kitab misal Kitabul Faroid, yang lebih. Format penulisan seperti itu biasanya ada yang memuat matan dan syarah (penjelasan ) ada yang memuat syarah dan hasyiyah (perluasan pembahasan) ada yang memuat hamisy, ada juga yang memuat ta’liqot.
Pada umumnya satu buah kitab (buku) muatannya satu fan ilmu (satu disiplin ilmu), misal tentang fikih, tentang aqidah, tentang tasawuf jadi dari kitab-kitab yang ada dalam buku tersebut semuanya tentang satu fan, demikian juga yang membahas shorof dan nahwu, bagian yang di pinggirnya atau yang dibawahnya juga tentang shorof dan nahwu, dan begitulah seterusnya, sedangkan maksud jurumiyah adalah matan kitab jurumiyah karangan Imam Son Haji, yang berisi pelajaran ilmu nahwu, kitab ini diajarkan di sebagian besar pondok pesantren dan madrasah Diniyah di Indonesia.
Jadi maksud membaca kitab jurumiyah adalah melihat dan memahami isi dari apa yang tertulis dalam kitab jurumiyah (dengan melisankan/melafalkan atau dalam hati),
2.Pemecahannya
Maksudnya adalah solusi/pemecahan dari problem penggunaan metode gramatika terjemah dalam membaca kitab jurumiyah di madrasah diniyah al ittihad kunjang kediri..
3.Madrasah Diniyah
Didalam kamus besar Bahasa Indonesia (2003), kata “madrasah” diartikan dengan “ sekolah atau perguruan” (biasanya yang berdasar agama islam ). Sedangkan kata “Diniyah” diartikan dengan “ berhubungan dengan agama, bersifat keagamaan”, sehingga bila kata ini digabungkan berarti “sekolah atau perguruan tinggi yang berhubungan dengan agama atau bersifat keagamaan”(Mihrab edisi IV, 2006 : 4)

H. Sistematika pembahasan.
Keseluruhan pembahasan dalam skripsi ini terdiri dari empat bab yang secara rinci akan teruraikan sebagai berikut :

1. Bab Pertama
Merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, penegasan judul, serta diahiri dengan sistematika pembahasan.
2. Bab Kedua
Berisi kajian teori, yaitu membahas tentang metode gramatika terjemah, sejarah, asumsi, kelemahan dan keunggulan, serta segala sesuatu yang berhubungan dengan seluk-beluk metode ini.
3. Bab Ketiga
Bab ini merupakan laporan hasil penelitian yang meliputi metode penelitian dan gambaran umum obyek penelitian yang meliputi : sejarah berdirinya madrasah Diniyah Al Ittihad, letak geografis, sarana dan prasarana, struktur organisasi, keadaan guru, keadaan siswa, penyajian data dan analisa data.
4.Bab Keempat
Bab ini merupakan bab penutup, yang berisikan kesimpulan dan saran-saran hasil dari penelitian yang dilakukan .

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................i
NOTA PEMBIMBING.......................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................iii
HALAMAN PERSEMBAHAN......................................................... iv
KATA PENGANTAR........................................................................vi
DAFTAR ISI…………......................................................................vii
ABSTRAKSI SKRIPSI.....................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
1.Latar belakang masalah ………..………………………….. ................1
2.Rumusan masalah ………………………………….…....................… 3
3.Tujuan dan kegunaan penelitian ………………………….......….…., 4
4.Penegasan istilah dalam judul …...……………….…........................... 5
5. Sistematika pembahasan .....……………………………..……......... 9
BAB II TINJAUAN TEORI
e.Dasar-Dasar Teoritis Pengajaran Bahasa...............................................10
f.Penerjemahan Dan Pembinaan Peradaban............................................ 19
g.Teori Dan Konsep Terjemah..................................................................21
h.Asumsi dalam penerjemahan.................................................................23
i.Gramatika terjemah sebagai suatu metode............................................25
j.Madrasah diniyah.................................................................................29
k.Membaca..............................................................................................30
l.Kitab Jurumiyah...................................................................................41
BAB III METODE PENELITIAN
1.Jenis dan model pendekatan sumber data penelitian..........................46
2.Jenis dan sumber data……………………………………………….46
3.Metode penentuan sampel dan subyek/obyek penelitian....................46
4.Metode instrumen pengumpulan data................................................47
5.Metode analisis data...........................................................................49
BAB IV SAJIAN DAN ANALISIS DATA
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1.Sejarah perkembangan madarasah diniyah al-ittihad ......................47
2.Visi dan misi madrasah diniyah al ittihad......................................49
3.Struktur organiaasi madrasah diniiyah al-ittihad............................50
4.Keadaan guru..................................................................................51
5.Keadaan siswa.................................................................................52
6.Aktifitas pendidikan........................................................................52
7.Aktifitas kbm kitab jurumiyah.........................................................54
B. Sajian data……………………………..........……………………..54
C. Analisis data………………………………..........,,……………….62
BAB V PENUTUP
Kesimpulan......................................................................................68
Saran- saran..................................................................................... 69
Penutup............................................................................................70
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................78
LAMPIRAN-LAMPIRAN















Abstraksi
Prilaku yang baik dan integritas moral yang kuat tidak akan terwujud dalam pribadi seseorang tanpa melalui proses pandidikan, salah satu proses yang dapat dilakukan untuk mencapai hal tersebut melalui pendidikan non formal yaitu pendidikan agama di madrasah diniyah.
Rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana penggunaan dan penerapan metode Gramatika terjemah dalam pembacaan kitab jurumiyah di madrasah Diniyah Al Ittihad Kunjang Kediri, apa problema penggunaan dan penerapan metode gramatika terjemah dalam pembacaan kitab jurumiyah di madrasah Diniyah Al Ittihad Kunjang Kediri, serta apa penyebab problema penggunaan metode gramatika terjemah dalam pembacaan kitab jurumiyah di madarasah Diniyah Al Ittihad kunjang kediri ?
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitan kualitatif deskriptif, yaitu penelitian yang sumber datanya berasal dari buku dan penelitian dilapangan.
Dari analisis peneliti yang dilakukan dengan berbagai metode antara lain memakai metode observasi dan evaluasi serta angket diperoleh hasil tentang proses pembelajaran metode gramatika terjemah dalam membaca kitab jurumiyah dimadrasah diniyah al ittihad kunjang kediri sebagai berikut : pembelajaran metode gramatika terjemah dalam membaca kitab jurumiyah dimadrasah diniyah al ittihad kunjang kurang maksimal dan dirasakan belum tuntas.

BAB V

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari data-data yang diperoleh dari hasil penelitian yang penulis lakukan dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Problema Penggunaan Metode Gramatika terjemah dalam membaca kitab jurumiyah dan Pemecahannya “ maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pembelajaran di madrasah diniyah al ittihad kunjang Kediri dilakukan dengan sistem klasikal terdiri dari 6 kelas tingkat ibtida” dan 2 kelas tingkat tsanawi, kitab jurumiyah diajarkan pada 2 kelas yang berbeda, yaitu kelas 4 dan kelas 5 tingkat ibtida”
2. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunaan metode gramatika terjemah dalam membaca kitab jurumiyah di madrasah diniyah al ittihad kunjang kediri tergolong belum tuntas, hal ini dapat dilihat dari hasil evaluasi siswa secara klasikal yang hasil skornya dibawah 85%.
3. Problema penggunaan metode gramatika Terjemah dalam Membaca Kitab Jurumiyah di Madrasah Al Ittihad Kunjang Kediri dan cara pemecahannya adalah ;
a. Tidak ada persiapan dalam proses pembelajaran serta tidak ada target yang jelas. Hal ini dapat diatasi dengan cara memberikan bimbingan kepada guru dalam membuat persiapan pembelajaran
b. Murid dalam proses pembelajaran cenderung pasif hal ini dapat diperbaiki dengan cara menggunakan metode ekletik yaitu metode gabungan dari berbagai metode pengajaran untuk memenuhi kekurangan dari suatu metode.tepatnya penggabungan antara metode gramatika terjemah, diaskusi dan tanya jawab
c. Murid mengalami kesulitan dalam membaca, menerjemah(memaknani) dan mengartikan(memahami) kitab jurumiyah, hal ini juga dapat diperbaiki dengan cara menggunakan metode ekletik yaitu metode gabungan dari berbagai metode pengajaran tepatnya metode gramatika terjemah digabung dengan metode membaca , metode langsung dan metode komunikatif.
d. Kurangnya disiplin guru maupun murid dalam penerapan dan penggunaan jam pelajaran hal ini dapat diperbaiki dengan cara mengevaluasi kinerja guru dan memberikan penyuluhan kepada guru untuk meningkatkan disiplin.

B. SARAN- SARAN.
1. Suatu metode sangat menentukan hasil dari suatu proses pembelajaran dan kemampuan suatu metode tidak ada yang melebihi metode yang lain, maka seharusnya pengajar/guru menguasai dan menambah pengetahuan yang baru tentang berbagai metode pembelajaran yang ada, karna kekurangan dari suatu metode dapat dilengkapi dengan metode yang lain.
2. Pembelajaran yang baik tidak didapat dari spontanitas, tetapi didahului oleh persiapan dan perencanaan yang baik pula, karna itu setiap pengajar setiap akan memulai pembelajaran, seharusnya mempunyai perencaan dan persiapan pembelajaran yang matang, sehingga mempunyai target yang jelas dan hasil yang didapat akan lebih baik dan optimal.
4. Efektifitas belajar dimadrasah diniyah al ittihad kunjang kediri harus lebih ditingkatkan terutama dalam hal waktu belajar, hal ini dapat dilakukan dengan cara lebih meningkatkan kerjasama yang baik dari semua pihak terutama antara guru dan murid untuk lebih konsisten dengan dalam menepati waktu yang telah ditentukan, serta masyarakat dan orang tua murid untuk mengingatkan dan melaporkan kepada pihak sekolah jika ada murid yang tidak masuk kelas pasa saat jam pelajaran dimulai.
C. PENUTUP
Segala puji syukur kehadirat Allah yang telah melimpahkan taufik serta hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, dan tidak lupa penulis ucapkan terima ksih kepada semua pihak yang telah turut mendukung dalam penyusunan skripsi ini, apabila terdapat kebenaran dalam skripsi ini maka itu semua dari Allah semata, namun apabila ada kesalahan maka secara pribadi saya mohon maaf, karena sebagai hanba tidak akan luput dari salah dan lupa.

BAB IV

BAB IV
SAJIAN DAN ANALISIS DATA
A.GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah perkembangan madarasah Diniyah al-Ittihad
Terletak di sebelah utara kurang lebih 31 kilimeter dari kota Kediri, tepatnya di dusun Prayungan desa Kuwik kec Kunjang, berdiri sebuah lembaga pendidikan yang bernama Madrasah Diniyah AL-Ittihad, lembaga ini adalah salah satu lembaga yang masih tetap eksis dalam membina generasi muda, khususnya dalam bidang pendidikan agama Islam.
Keberadaan Madrasah Diniyah ini bermula pada tahun 1998 M, tahun inilah yang menjadi tonggak dasar berdirinya Madrasah Diniyah ini, berawal dari sebuah pengajian Al-quran dengan model sorogan yang bertempat di serambi masjid Baiturrahim Prayungann dibawah naungan TPQ (Tempat Pembelajaran Al-quran) yang dimotori oleh 6 orang pemuda desa yaitu mastur, Nur Amali, Agus setiyono, Ritiono sumantri, M Rifa”i dan Supardi. Berbekal keihlasan dan rasa tanggung jawab terhadap generasi muda masyarakat Islam, mereka berjuang melestarikan pengajian Al-quran model sorogan ini.
Setapak demi setapak, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun seiring dengan perubahan zaman, santri yang mengikuti pengajian al-quran model sorogan ini sudah banyak yang menyelasaikan pembelajarannya (khatam) dan jumlah santri baru juga semakin banyak, menyikapi hal ini akhirnya tercetus ide untuk memberikan materi tambahan bagi siswa yang sudah khatam Al-quran yaitu materi kitab Fasholatan serta model pembelajaran juga sudah diatur menurut tingkat materi dan usia (klasikal).
Seiring dengan perkembangan pengajian ini, sedikit demi sedikit membuat dewan Guru, takmir masjid Baiturrahim dan masyarakat sekitar mulai terpikat dan tertarik untuk mengelola pendidikan ini menjadi lebih baik dan lebih optimal, akhirnya pengajian yang pada mulanya berada dibawah naungan TPQ, pada tahun 2003 atas inisiatif takmir masjid, masyarakat dan dewan guru dibentuklah suatu lembaga pendidikan yang bernama “Madrasah Diniyah Al-Ittihad”.
Setelah lembaga baru ini terbentuk, otomatis kegiatan belajar mengajar yang dilakukan dengan model sorogan berubah menjadi klasikal, serta materi yang diajarkan juga lebih benyak dan lebih bervariasi, tetapi tetap dalam koridor keagamaan.
Pada awalnya para santri dibagi menjadi lima kelas yang berbeda, yaitu kelas satu, kelas dua, kelas empat, dan kelas lima ibtida”iyah, pembagian ini didasarkan pada penguasaan tentang baca tulis Al-quran dan huruf arab, sejalan dengan pembagian kelas ini, muncul masalah baru yang ditimbulkan yaitu masalah tempat belajar, tetapi hal ini dapat teratasi karena ada inisiatif dari H. Moh Sjahid Sag beliau adalah ketua yayasan SMP GUPPI Kunjang. Beliau menawarkan untuk memakai kelas yang lokasi gedungnya bertepatan berada disebelah masjid Baiturrahim Prayungan, akhirnya kegiatan belajar mengajar dapat dilaksanakan sampai dengan saat ini.
bila ditinjau dari awal mula proses berdirinya Madrasah Diniyah Al-Ittihad Prayungann Kuwik Kunjang telah melalui beberapa tahap, yaitu :
1.Tahap pertama
yaitu tahap pendirian yang berlangsug antara tahun 1998 sampai dengan tahun 2000,
2. Tahap kedua
Merupakan Tahap pembenahan, berlansung antara tahun 200 sampai dengan 2003.
3. Tahap ketiga
Merupakan tahap survival, yaitu yang berlansung antara tahun 2003 sampai dengan tahun 2006.
4.Tahap keempat.
Merupakan tahap pengembangan dan penyempurnaan, tahap ini berlansung mulai dari tahun 2006 sampai dengan sekarang.
2. Visi dan Misi Madrasah Diniyah Al Ittihad
a. visi
Unggul dalam mutu, terdepan dalam prestasi, dan berpijak pada budi pekerti.

b. Misi
1). Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama Islam dengan budaya Islami.
2). Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan sesuai dengan kurikulum.
3). Mendorong dan membantu setiap siswa untuk menghayati dirinya, sehingga dapat berkembang baik dan maksimal.
4). Mendorong terbentuknya jiwa yang Islami sehingga terbentuk suatu masyarakat yang berbudaya Islam.
3. Struktur Organiaasi Madrasah Diniiyah Al-Ittihad



4. Keadaan Guru.
Jumlah guru di Madrasah Diniyah Al Ittihad sebanyak 16 orang ustadz, dengan perincian sebagai berikut :
TABEL I
DATA GURU MADRASAH DINIYAH AL ITTIHAD
NO
NAMA
JABATAN
ALAMAT
1
Edy Nur Kholis
Kepala sekolah
Prayungann
2
M. Rifa”i
Wa.Ka. Sek.
Prayungann
3
M. .Mahfud
Kurikulum
Prayungann
4
M. Nur Khamim Spdi.
Bendahara
Prayungann
5.
Agus Siswanto
Sarana Prasarana
Prayungann
7.
M. Mufid WH.Shi.
Sekretaris
Prayungann
8.
Abdul azis
Guru
Kedung Bogo
9
Abdul Majid
Guru
Kedumg Bogo
10.
Surateman
Guru
Prayungann
11.
M. Jazuli
Guru
Pacitan
12.
Agus Setiyono
Guru
Prayungann
13.
Purwanto
Guru
Kedung Bogo
14.
Hadi purnomo
Guru
Prayungann
15.
M. syafi”i Ridwan
Guru
Prayungann
16.
Ali mustofa
Guru
Prayungann
Sumber : Madrasah Diniyah Al Ittihad Kunjang Kediri Tahun 2009
5. Keadaan siswa
Siswa yang mengikuti mata pelajaran Jurumiyah di madrasah Diniyah al-ittihad Prayungann Kuwik Kunjang terdiri dari dua kelas, yaitu kelas empat dan kelas lima, adapun perinciannya sebagai berikut :
a. Siswa laki-laki : 25 siswa
b. Siswa perempuan : 35 siswi
Jumlah : 50 siswa
6. Aktifitas Pendidikan
Menurut hasil pengamatan penulis, proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di Madrasah Diniyah Al-Ittihad kunjang kediri dilakukan dengan sistem klasikal yang terdiri dari 6 kelas tingkat ibtida”(dasar) dan 2 kelas tingkat tsanawi (lanjutan), kegiatan belajar mengajar dimulai kurang lebih 10 menit setelah sholat magrib selesai dan tiap hari hanya satu materi pelajaran yang diajarkan, penerapan jam pelajaran menurut peneliti sangat kurang dalam hal disiplin serta kurang bisa konsisten dalam bidang waktu, hal ini disebabkan karena proses KBM di Madrasah Diniyah Al Ittihad berlangsung setelah sholat magrib, padahal waktu sholat magrib dari bulan satu kebulan yang lain selalu berubah dan tidak sama.
Adapun Jadwal mata pelajaran diMadrasah Diniyah Al Ittihad Prayungann Kuwik Kunjang adalah sebagai berikut :
TABEL II
JADWAL MATA PELAJARAN
MADRASAH DINIYAH AL-ITTIHAD
TAHUN AJARAN 2008/2009

KLS
MLM SABTU
MLM AHAD
MLM SENIN
MLM SELASA
MLM RABU
MLM KAMIS
I
Fiqih
Sulam
imla
Sirah nabi
Imla
Ra”sun sirah
II
Tajwid
Fiqih
tajwid
imla
Alala
Sirah nabi
III
Mabadi
Ahlaq
mabadi
Hidayat al sibyan
Aqidah al awam
Hidayat al sibyan
IV
Taisirul k.
Jurumiyah
mabadi
Amsilat tasrifiyah
Hidayat al mustafid
Bad”i al amal
V
Taisirul k.
Ibriz
Jurumiyah
Mabadi
Jauharul kalamiyah
Amsilah tasrifiyah
VI
Adab al alim
Riyadul b.
imrity
Amsilah tasrifiyah
Jauharul kalamiyah
Ibriz
Sumber : Madrasah Diniyah Al Ittihad Kunjang Kediri 2009
7. Aktifitas KBM kitab jurumiyah
Kitab jurumiyah ini diajarkan di dua kelas yaitu kelas empat dan kelas lima tingkat ibtida”, sedangkan masing-masing kelas dalam satu minggu menerima satu kali tatap muka , adapun kegiatan belajar mengajar di kelas empat dilaksanakan pada tiap hari sabtu malam ahad, sedangkan kegiatan belajar mengajar di kelas lima dilaksanakan pada tiap hari ahad malam senin. Adapun waktu kegiatan belajar mengajar kitab jurumiyah ini dilaksanakan sepuluh menit setelah sholat maghrib usai.
B.SAJIAN DATA
Dalam mengumpulkan data penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode yang dianggap menunjang dalam penelitian ini antara lain yaitu :



a. Teknik observasi.
1). Mengenai penerapan metode
TABEL III
HASIL PENGAMATAN MENGENAI PENERAPAN METODE
NO
JENIS YANG DIAMATI
KS
K
C
B
BS
1.
Penggunaan jam pelajaran





2.
Penyampaian materi
a. Pre test
b. Cara membaca
c. cara menerangkan
d. evaluasi
e. silabus
f. persiapan mengajar(RPP)




















3.
Penampilan guru dalam mengajar
a. pakaian
b.Bahasa
c. Pandangan guru










4.
Alat bantu pembelajaran
a. papan tulis
b. Buku / kitab rujukan lain
c. kitab jurumiyah










Sumber : hasil observasi mengenai pembelajaran Kitab Jurumiyah Di Madrasah Al Ittihad Kunjang Kediri tahun 2009

b. Metode angket.
hasil angket ini merupakan tanggapan siswa terhadap proses penggunaan metode gramatika terjemah dalam membaca kitab jurumiyah, berdasarkan hasil angket, umumnya siswa senang dengan pelajaran jurumiyah, tetapi kebanyakan dari mereka merasa sulit dalam memahami pelajaran ini, meskipun sebelum belajar kitab jurumiyah ini, mereka juga pernah mempelajari ilmu nahwu dengan kitab lain.
Dan setelah melihat tabel yang memuat tentang respon siswa terhadap penggunaan metode gramatika terjemah dalam membaca kitab jurumiyah, maka dengan mudah bisa dilihat tanggapan siswa yang merasa senang dengan pelajaran jurumiyah adalah 82,9% siswa dan yang tidak senang sekitar 17%, siswa menyatakan pelajaran jurumiyah mudah 93,6% dan 6,3% menyatakan pelajaran ini sulit, 8,5 %, siswa yang pernah belajar kitab nahwu selain jurumiyah dan siswa yang tidak pernah belajar nahwu menggunakan kitab selain jurumiyah adalah sebanyak 91,4%, siswa yang bisa membaca kitab jurumiyah sebanyak 10,6% dan siswa yang tidak bisa membaca kitab jurumiyah sebanyak 72,3 %, siswa yang sering faham 34% dan siswa yang sering tidak faham sebanyak 65,9 %, siswa yang masuk kelas tepat waktu 27,6% dan yang tidak tepat waktu sebanyak 72,3%, sebanyak 51% mengatakan bahwa guru sering terlambat dan 48,9% mengatakan guru tidak sering terlambat, 46,8% menyatakan senang jika guru terlambat dan 53,1 % mengatakan tidak senang jika guru terlambat datang mengajar, 65,9 % siswa menyatakan waktu pelajaran perlu ditambah dan 34% siswa menyatakan waktu pelajaran tidak perlu ditambah.

c. Teknik interviev.
Adapun hasil jawaban yang didapat dari keterangan dan penjelasan Bpk M. Rifa”i bawa metode pembelajaran dengan metode gramatika terjemah atau dalam bahasa beliau disebut dengan maknani telah berlansung di madrasah diniyah al ittihad sejak pertama diajarkannya kitab ini, dan selama ini belum pernah diajarkan dengan metode lain, metode ini tidak hanya dipakai dalam pembelajaran kitab jurumiyah saja, tetapi dalam seluruh proses pembelajaran masih menggunakan metode gramatika terjemah ini.
Sedangkan pelaksanaan didalam kelas diawali dengan salam diteruskan dengan pre test yang biasanya dilakukan dengan menyuruh murid untuk bergantian membaca materi yang sudah diajarkan dan setelah selesai, baru selanjutnya guru melanjutkan materi pelajaran beserta penjelasannya, dan pada akhir proses pembelajaran terkadang guru juga mengadakan evaluasi mengenai materi yang baru disampaikan, evaluasi dalam pembelajaran kitab jurumiyah juga dilakukan dengan sistem semester, yaitu dilakukan setiap enam bulan (UTS/UAS).
Menurut keterangan Bapak M.rifa”i, dalam pelaksanaan metode ini guru tidak mempunyai Silabus dan juga guru jarang membuat dan merancang persiapan pembelajaran, sehingga penyampaian materi hanya berdasarkan Instink atau perkiraan saja, sehingga target penyampaian materi tidak jelas dan terkesan dalam mengajar hanya sebagai aktifitas biasa tanpa ada target yang hendak dicapai.
Begitu juga dalam proses pembelajaran, interaksi antara guru dan murid dirasakan sangat kurang atau bahkan terkadang tidak ada sama sekali, yang terkesan aktif dalam proses pembelajaran adalah guru sedang murid hanyalah objek yang pasif.
Problema lain yang dirasakan dalam pembelajaran ini yaitu guru dan murid sering terlambat masuk kelas, bahkan terkadang tidak masuk karena ada urusan keluarga ataupun urusan pribadi, hal ini mengakibatkan efektifitas pembelajaran menjadi kurang optimal.
e. Metode tes.
Data yang digali dari metode ini adalah mengenai hasil belajar siswa dalam membaca, memaknai/menerjemah dan mengartikan dapat dilihat pada tabel berikut:
TABEL III
DATA HASIL EVALUASI SISWA
NO
SISWA
NOMOR SOAL
NILAI
RATA2
KETUNTASAN
1
2
3
Y
T
1
80
70
80
76.6
Y

2
70
40
40
46.7

T
3
70
40
40
50

T
4
60
60
40
53.3

T
5
80
70
80
76.6
Y

6
50
30
20
33.3

T
7
40
30
20
30

T
8
60
30
20
36.6

T
9
60
30
40
43.3

T
10
80
70
80
76.6
Y

11
50
30
20
33.3

T
12
70
40
40
50

T
13
60
30
40
43.3

T
14
40
30
60
43.3

T
15
80
70
80
76.6
Y

16
65
20
30
38.3

T
17
40
40
65
48.3

T
18
60
30
40
43.3

T
19
60
30
20
36.6

T
20
80
70
80
76.6
Y

21
40
30
20
30

T
22
60
30
40
43.3

T
23
50
30
65
48.3

T
24
60
60
40
53.3

T
25
80
70
80
76.6
Y

26
100
80
70
71.7
Y

27
65
20
30
38.3

T
28
60
30
40
43.3

T
29
70
40
30
43.3

T
30
40
40
30
36.6

T
31
60
30
20
36.6

T
32
60
60
30
50

T
33
100
80
70
71.7
Y

34
70
40
50
50

T
35
100
80
70
71.7
Y

36
70
40
40
46.7

T
37
30
20
10
23.3

T
38
40
40
30
36.6

T
39
65
30
20
38.3

T
40
100
80
70
71.7
Y

41
65
20
30
38.3

T
42
40
30
60
43.3

T
43
40
40
20
33.3

T
44
60
30
20
36.6

T
45
100
80
70
71.7
Y

46
60
30
40
43.3

T
47
40
40
65
71.7
Y

48
60
30
40
43.3

T
49
60
60
40
53.3

T
50
100
80
70
71.7
Y

Sumber : hasil test siswa madrasah diniyah al ittihad kunjang kediri tahun 2009
Berdasarkan kurikulum pendidikan nasional seorang siswa dikatakan berhasil apabila daya serapnya mencapai 65 % dan secara klasikal 85 % dari tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dan dari tabel diatas dapat diperoleh hasil analisis yaitu :
1.secara perorangan atau individu dalam bidang :
a.membaca
secara perorangan siswa yang belajarnya berhasil adalah 22 orang siswa, dan siswa yang tidak berhasil sebanyak 28 siswa, maka prosentase yang telah tuntas belajarnya dalam membaca adalah 44 % .
b. memaknai/ menerjemah
Secara perorangan siswa yang belajarnya tuntas adalah 12 siswa, maka prosentase yang telah tuntas belajarnya dalam memaknai adalah 20 %.
c. memahami/mengartikan
Secara perorangan siswa yang belajarnya tuntasl adalah 15 siswa,maka prosentase yang telah tuntas belajarnya dalam memahami adalah 30 % ,
2. Secara bersama – sama (klasikal)
Secara klasikal dikatakan berhasil apabila mencpai 85% dari siswa yang daya serapnya 65%, dapat dilihat pada tabel bahwa siswa yang telah tuntas belajarnya sejumlah 13 orang siswa atau 26%, sehingga keberhasilan pembelajaran dengan metode gramatika terjemah belum bisa dikatakan tuntas dan belum berhasil.


Menurut suharsimi arikunto kategori penelitian kualitaif adalah sebagai berikut :

NILAI
PENAFSIRAN
75-100
SANGAT BAIK
56-75
CUKUP
40-55
KURANG
Dibawah 40
SANGAT KURANG

berdasarkan hasil evaluasi siswa mengenai membaca sebesar 44%, memaknai/menerjemah 30 % dan mengartikan 15 % yang letaknya dibawah 40, maka dinyatakan hasil dari proses pembelajaran dengan metode garamatika terjemah dalam membaca memaknai/menerjemah dan mengartikan/memahami sangat kurang.
C.ANALISIS DATA
1). Analisis penerapan metode gramatika terjemah
Dari analisis peneliti yang dilakukan dengan berbagai metode antara lain memakai metode observasi dan evaluasi serta angket diperoleh hasil tentang proses pembelajaran metode gramatika terjemah dalam membaca kitab jurumiyah dimadrasah diniyah al ittihad kunjang kediri sebagai berikut : pembelajaran metode gramatika terjemah dalam membaca kitab jurumiyah dimadrasah diniyah al ittihad kunjang kurang maksimal dan dirasakan belum tuntas.
Hal ini dapat dilihat dari penerapan jam pelajaran yang dirasakan sangat kurang optimal, hal inilah salah satu aspek yang sangat mempengaruhi pencapaian hasil belajar siswa dalam pencapaian materi pelajaran.
Selain itu dalam persiapan pembelajaran antara lain mengenai silabus, RPP dan pre-test serta evaluasi juga dirasakan sangat kurang, akan tetapi hal ini didukung oleh cara membaca yang baik dan cara menerangkan yang baik dari guru, sehingga seakan-akan kekurangan tersebut tertutupi oleh kepandaiaan guru.
Mengenai penampilan guru dalam mengajar bisa dianggap baik dan cukup mendukung dalam memberikan kontribusi yang positif terhadap penyampaian materi kepada siswa, sedangkan dalam hal alat bantu pembelajaran hanya didapati sebuah papan tulis dan kitab jurumiyah yang dimiliki oleh setiap siswa, sedangkan kitab rujukan lain dan alat bantu lain dalam pembelajaran dirasakan sangat kurang sekali, sehingga menjadikan pelajaran ini monoton.
2). Analisis problema
Problema yang diketahui dari hasil observasi ini antara lain yaitu hampir semua kelemahan metode gramatika terjemah terdapat disini, antara lain dalam pembelajaran lebih banyak mengajarkan “tentang bahasa” bukan mengajarkan “kemahiran berbahasa”, hanya mengajarkan kemahiran membaca, sedang tiga aspek lain (menyimak, berbicara, menulus) diabaikan, terjemahan harfiah sering mengacaukanmmetode pemaknaan kalimat dalam konteks yang luas, dan hasil terjemahannya tidak lazim menurut cita rasa bahasa ibu siswa. pelajar hanya mempelajari satu ragam bahasa, yaitu ragam bahasa tulis klasik, sedangkan bahasa tulis modern dan bahasa percakapan tidak diperoleh. kosa kata, struktur dan ungkapan yang dipelajari oleh siswa mungkin sudah tidak dipakai lagi atau dipakai dalam arti yang berbeda dalam bahasa modern. karena otak siswa dipenuhi oleh masalah-masalah tata bahasa, maka tidak tersisa lagi tempat untuk ekspresi dan kreasi berbahasa.
Sedangkan problema yang lain adalah tentang penggunaan jam pelajaran yang kurang optimal, persiapan yang sangat kurang dan hampir tidak ada serta sangat kurang dalam hal penggunaan alat bantu dalam pembelajaran.
3). Analisis Penyebab problema
Para ahli psikologi pembelajaran telah sepakat bahwa dalam proses pembelajaran atau dalam proses belajar mengajar terdapat unsur internal dan eksternal, mengenai hal ini Ahmad Fuad Effendy (2004: 10) menjelaskan bahwa unsur internal meliputi bakat, minat, kemauan dan pengalaman terdahulu dari dalam diri pembelajar dan unsur eksternal meliputi guru, buku teks, dsb.
Unsur internal dapat dikatakan pembawaan atau keturunan yang berasal dari anak didik, sedangkan unsur ekstenal bisa juga disebut pengaruh lingkungan, setelah peneliti menerapkan berbagai metode dalam memperoleh data diketahui bahwa problema yang terjadi dalam penggunaan metode gramatika terjemah dimadrasah dniyah al ittihad kunjang kediri disebabkan oleh unsur internal dan eksternal.
Perbedaan dalam cara atau metode mengajarkan bahasa dipengaruhi pula oleh perbedaan pandangan terhadap hakekat bahasa dan perbedaan dalam menganalisis dan mendeskripsikan bahasa, Seperti dalam penggunaan metode gramatika terjemah dimadrasah diniyah al ittihad ini dirasakan pengetahuan guru tentang metode pembelajaran sangat minim, hal ini mengakibatkan guru tidak mengetahui kekurangan dari metode yang dipakai dan hal inilah yang menyebabkan problema tersebut bertahan.
Selain hal itu dari observasi diketahui bahwa penyebab kurang optimalnya penggunaan jam pelajaran diakibatkan oleh kurang disiplin yang dilakukan oleh guru dan murid dalam hal ketepatan ketika masuk kelas untuk mengikuti jam pejaran, sedangkan dalam hal persiapan pembelajaran RPP dan silabus hal ini diakibatkan karna kurangnya pengetahuan guru tentang persiapan pembelajaran. Adapun mengenai alat bantu pembelajaran hal ini karena minimnya pengetahuan guru tentang berbagai metode pengajaran dan mengenai alat bantu yang dapat digunakan dalam pembelajaran.
Disadari bahwa pada setiap metode memiliki kekuatan dan kelemahan (ahmad fuad effendi, 2004: 69) sehingga tidak dapat dikatakan mana yang paling baik dan yang paling unggul, karena setiap metode memiliki landasan-landasan teoritis dan empiris, sebuah metode lahir untuk memenuhi kekurangan dari metode lainnya, sedangkan untuk memenuhi kekurangan-kekurangan dari metode gramatika terjemah ini dapat digunakan metode ekletik, yaitu yang berarti pemilihan dan penggabungan dari semua metode yang ada untuk mengefektifkan pengajaran,
metode ini didasarkan pada asumsi bahwa : tidak ada metode yang ideal karena masing-masing mempunyai segi kekuatan dan kelemahan, setiap metode mempunyai kekuatanyang bisa dimanfaatkan untuk mengefektifkan pelajaran, lahirnya metode baru harus dilihat tidak sebagai penolakan atas metode lama, melainkan harus dilihat sebagai penyempurnaan, tidak ada satu metode yang cocok untuk semua tujuan, semua guru,semua siswa dan semua program pengajaran, yang terpenting dalam pengajaran adalah memenuhi kebutuhan pelajar, bukan memenuhi kebutuhan metode dan setiap guru memiliki kewenangan dan kebebasan untuk memilih metode yang sesuai dengan kebutuhan pelajar.
Mengenai tidak adanya persiapan dalam proses pembelajaran, hal ini dapat diatasi dengan cara memberikan bimbingan kepada guru dalam membuat persiapan pembelajaran yang berupa RPP dan silabus, sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran akan lebih terarah dan mencapai hasil yang optimal serta mempunyai target yang jelas dalam pembelajaran.
Sebagai pedoman pembuatan silabus, dapat dipakai silabus dari sistem KBK yang mempunyai ciri sbb ; a). komponen silabus terdiri atas kompetensi dasar, hasil belajar, indikator, langkah pembelajaran, alokasi waktu, sarana dan sumber belajar, dan penilaian. b). kompetensi dasar merupakan pernyataan tentang pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai yang dirfleksikan dalam kebisaan berfikir dan bertindak setelah siswa menyelesaikan suatu aspek atau sub aspek mata pelajaran tertentu. Hasil beljar mencermnkan kamampuan siswa dalam memenuhi satu tahapan pengalaman belajar dlam satu kompetensi dasar. Indikator merupakan kompetensi dasar yang lebih spesifik, c). Langkah pembelajaran memuat rangkaian kegiatan secara berurutan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Rumusan pernyataan dalam langkah pembelajaran minimal mengandung 2 unsur yaitu kegiatan siswa dan materi. Pendekatan pembelajaran bermakna menjadi acuan dalam proses pembelajaran.
Mengenai guru kurang disiplin hal ini dapat diperbaiki dengan cara mengevaluasi kinerja guru dan memberikan penyuluhan kepada guru untuk meningkatkan disiplin, sehingga bila disiplin dimulai dari guru maka secara otomatis murid akan mengikuti tidak lupa juga peran lingkungan dan masyarakat yang harus diupayakan untuk medukung pelaksaan disiplin waktu ini. Akan tetapi untuk murid dapat diatasi dengan teori “hukum efek”nya Edward L.Thorndike yang memberikan perhatian kepada ganjaran dan hukuman (Reward and Punishmant; al-tsawab wal ‘iqa:b), menurutnya ganjaran memperkuat hubungan antara stimulus dan respon, sebaliknya hukuman melemahkannya. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara dengan memberi ganjaran kepada siswa yang selalu disiplin dalam mengikuti jam pelajaran seperti memberi nilai yang lebih ataupun dengan pujian dan dukungan
Diketahui dari pendapat M.Ngalim purwanto (2004: 17) .bahwa pada tiap-tiap sifat dan ciri-ciri manusia dalam perkembangannya ada yang lebih ditentukan oleh lingkungannya, dan ada pula yang lebih ditentukan oleh pembawaannya, tetapi dari pelajaran psikologi kita mengetahui kebanyakan dari para ahli psikologi-individual antara lain Alfred Adler dan Kunkel lebih menitik beratkan kepada kekuatan pengaruh pembawaan, sehingga dengan penyempurnaan unsur internal dan eksternal dalam proses belajar mengajar ini, diharapkan akan lebih dapat mengoptimalkan proses belajar mengajar menggunakan metode gramatika terjemah dimadrasah diniyah al ittihad kunjang kediri.

bab III

BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS DAN MODEL PENDEKATAN PENELITIAN
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitan kualitatif deskriptif, yaitu penelitian yang sumber datanya berasal dari buku dan penelitian dilapangan.
B. JENIS DAN SUMBER DATA
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah berupa informasi. Fakta/kejadian yang berkenaan dengan aplikasi metode gramatika terjemah dalam membaca kitab jurumiyah, hasil dan problema serta pemecahannya. Data skrips ini penulis ambil dengan menggunakan field research (penelitian lapangan), data yang diteliti dari lapngan obyek penelitian, dalam hal ini penulis menggunakan sumber data obyak manusia yang meliputi kepala sekolah,, guru dan siswa.
C. METODE PENENTUAN SAMPEL DAN SUBYEK/OBYEK PENELITIAN
a.Populasi
Pengertian populasi menurut suharsimi arikunto( 1998: 115) adalah “ keseluruhan objek penelitian”, apabila seseorang ingin meneliti semua elemenyang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya adalah penelitian populasi. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV dan V madrasah diniyah Al ittihad kunjang kediri.
b.tehnik Sampel
Sampel adalah sejumlah penduduk yang yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi (Sutrisno Hadi, 1989: 221), berdasarkan definisi diatas dalam penelitian ini pengabilan sampel menggunakan tehnik sampel random atau sampel acak dan sampel campur yaitu tehnik dimana dalam pengambilan sampel peneliti mencampur subyek-subyek dalam populasi dan semua subjek dianggap sama. Dengan demikian maka peneliti memberi hak yang sama kepada setiap subyek
c.sampel yang digunakan
dalam penambilan sampel, penulisan tidak menggunakan seluruh populasi, tetapi penulis menggunakan 47 responden engan alasan terbatasnya kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana yang dimiliki.
D. METODE INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Dalam mengumpulkan data penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode yang dianggap menunjang dalam penelitian ini antara lain yaitu :
a.metode observasi.
Tekhnik observasi adalah pengamatan dan pendekatan sistem atau fenomena-fenomena yang diselidiki. ( sutrisno hadi, 1986 : 136 ), teknik ini digunakan dalam rangka untuk memperoleh data yang sesuai dengan kenyataan yang berdasarkan pengamatan yang dilakukan.
Data yang diperoleh dari metode ini adalah data-data tentang situasi dan kondisi pelaksanaan membaca kitab mabadi Al fiqhiyyah serta teknik dan cara yang digunakan dalam pelaksanaan metode gramatika terjemah di Madrasah Diniyah Al Ittihad Kunjang kediri.
Dari observasi yang penulis lakukan ini untuk menjawab rumusan masalah nomor 1 dan 2. adapun data yang diperoleh dari observasi ini adalah :
b. Metode angket.
Metode angket ini adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dari murid tentang pendapat murid mengenai penerapan metode gramatika terjemah, atau yang diperoleh dari angket digunakan sebagai bahan pertimbangan terhadap kesimpulan yang akan diambil guna menjawab rumusan masalah nomor 2 dan 3. Pertanyaan yang digunakan dalam metode ini adalah angket yang berisi 9 pertanyaan dengan 2 pilihan jawaban yaitu ya atau tidak,
Dalam mencari data hasil angket ini, peneliti menggunakan responden sebanyak 47 responden (angket dan hasil prosentase terlampir pada lampiran.. ), kemudian untuk menghitung prosentase jawaban responden atas pertanyaan dalam angket digunakan rumus :
P = F / N X 100%
Keterangan :
P = Prosentase jawaban
F = Jumlah jawaban responden
N = Jumlah responden


c. Teknik interviev.
Teknik interviev adalah proses tanya jawab yang digunakan langsung kepada objek penelitian, Teknik ini digunakan untuk mengetahui tanggapan, keyakinan, perasaan, motivasi, serta proyeksi seseorang ( Sutrisno Hadi, 1998 : 192 ) teknik ini penulis pergunakan untuk memperoleh data tentang keadaan guru, siswa, dan tentang proses belajar mengajar menggunakan metode gramatika terjemah di Madrasah Diniyah Al Ittihad Kunjang kediri. Interviev ini peneliti dapatkan dari hasil wawancara dengan guru sekaligus wakil kepala sekolah madrasah diniyah al ittihad, yaitu Bapak Moh. Rifa’i.
e. Metode tes.
Metode tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan yang digunkan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok. (Suharsimi Arikunto, 1995: 29). Data yang digali dari metode ini adalah mengenai hasil belajar siswa dalam membaca, memaknai/menerjemah dan mengartikan :
E. METODE ANALISIS DATA
Untuk menganalis data yang terkumpul dalam rangka untuk memperoleh kesimpulan, maka diperlukan teknik analisa data, adapun teknik yang digunakan dalam menganalisa data adalah dengan menggunakan cara deskriptif kualitatif dan kuantitatif, sedangkan data kualitatif adalah data yang digambarkan dalam bentuk kata-kata atau kalimat, dipisah mennurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.
Sedangkan data kuantitatif adalah data yang berwujud angka-angka, hasil perhitungan atau pengukuran, diklasifikasikan sehingga merupakan suatu unit data untuk dibuat tabel.

bab II

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Dasar-Dasar Teoritis Pengajaran Bahasa
Pengembangan metode pengajaran dibangun diatas landasan teori-teori ilmu (psikologi) dan ilmu bahasa (linguistik). Dalam hal ini psikologi menguraikan bagaimana orang belajar sesuatu, sedangkan linguistik memberikan informasi tentang seluk beluk bahasa. Informasi dari ke-2 unsur ini diramu menjadi suatu cara atau metode yang memudahkan proses belajar mengajar, untuk mencapai tujuan tertentu. Pada bagian ini akan diuraikan secara singkat teori-teori dari kedua bidang ilmu tersebut dalam hubungannya dengan belajar dan mengajar bahasa arab.
a). Teori-teori ilmu jiwa
Para ahli psikologi pembelajaran telah sepakat bahwa dalam proses pembelajaran atau dalam proses belajar mengajar terdapat unsur internal dan eksternal, mengenai hal ini Ahmad Fuad Effendy (2004: 10) menjelaskan bahwa unsur internal meliputi bakat, minat, kemauan dan pengalaman terdahulu dari dalam diri pembelajar dan unsur eksternal meliputi guru, buku teks, dsb.
Unsur internal dapat dikatakan pembawaan atau keturunan yang berasal dari anak didik, sedangkan unsur ekstenal bisa juga disebut pengaruh lingkungan, dengan adanya hal ini timbul sebuah pertanyaan “unsur manakah yang menjadi faktor yang paling besar (dominan) dalam proses pembelajaran atau dengan kata lain dalam faktor perkenbangan anak didik itu tergantung kepada pembawaan ataukah kepada lingkungan?” dalam menjawab hal ini para ahli ilmu jiwa, ahli ilmu didik, dan ahli biologi telah bertahun-tahun mencari jawaban atas pertanyaan ini, M Ngalim Purwanto (2004: 14) mengemukakan pendapat sebagai berikut
a.Aliran nativisme
Aliran ini berpendapat bahwa semua perkembangan manusia telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa manusia sejak lahir. Pembawaan yang telah terdapat pada waktu dilahirkan itulah yang menentukan hasil perkembangannya, sehingga pendidikan tidak akan dapat mengubah dan tidak akan mempengaruhi perkembangan anak didik.
b.aliran Empirisme
Aliran ini mempunyai pendapat yang berlawanan dengan nativisme yaitu mereka berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi dewasa itu sama sekali ditentukan oleh lingkungan atau oleh pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecill. Manusia dapat dididik menjadi apa saja ( kearah yang baik maupun kearah yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidik-pendidiknya, Ahmad Fuad Effendy(2004: 10-11) memberikan keterangan tentang penganut aliran ini antara lain:
a. Pavlov (1849-1939)
Seorang ilmuan Rusia yang termashur dengan teorinya yang menghubungkan stimulus primer (makanan) dan stimulus skunder (nyala lampu dan bunyi lonceng) dengan respon (keluarnya air liur) anjing yang dijadikan hewan percobaannya, berdasar penelitian ini, air liur anjing mengalir pada saat lampu menyala meskipun tanpa ada makanan.

b. Edward L.Thorndike
Dengan teori “hukum efek”nya yang memberikan perhatian kepada ganjaran dan hukuman (Reward and Punishmant; al-tsawab wal ‘iqa:b), menurutnya ganjaran memperkuat hubungan antara stimulus dan respon, sebaliknya hukuman melemahkannya.
c. B.F. Skinner
Mempunyai pendapat yang serupa dengan Edward Thorndike, tetapi dia memakai istilah penguatan (reinforcement: al-ta”zi;z) menggantikan ganjaran, Skinner berpendapat bahwa al-tsawab atau al ta’ziz buka saja memperkuat hubungan antara stimulus dan respon tetapi juga memotivasi untuk belajar merespon.
c. Hukum konvergensi
Hukum ini berasal dari psikolog bangsa Jerman bernama wiliam Stern, Ia berbendapat bahwa pembawaan dan lingkungan keduanya menentukan perkembangan manusia. Dengan jawaban Wiliam Stern ini maka persoalan tentang pembawaan dan lingkungan ini apakah sudah sudah selasai ?, belum ! sebab dalam aliran yang menganut hukum Konvergensi ini terdapat dua aliran yaitu yang lebih menekankan kepada pengaruh pembawaan dari pada lingkungan, dan juga sebaliknya.
Tetapi dalam kenyataannya proses perkembangan manusia bukanlah hasil dari pembawaan dan lingkungan belaka, manusia tidak hanya diperkembangkan tetapi ia juga memperkembangkan dirinya sendiri, manusia adalah mahkluk yang sanggup memilih dan menentukan sesuatu mengenai dirinya dengan bebas, aktivitas manusia itu sendiri juga turut menentukan perkembangannya, jadi jalan perkembangan manusia sedikit banyak ditentukan oleh pembawaan yang turun-menurun oleh aktivitas dan pemilihan atau penentuan manusia sendiri yang dilakukan dengan bebas dibawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang tertentu berkembang menjadi sifat-sifat (M Ngalim purwanto, 2004 : 17).
Dari uraian ini telah jelaslah bahwa bahwa pertanyaan ;” manakah yang menentukan perkembangan, pembawan atau lingkungan ?” adalah persoalan yang tidak perlu dicari jawabannya, suatu persoalan yang tidak ada jawabannya, sebab semua yang berkembang dalam suatu individu ditentukan oleh pembawaan dan lingkungan, sebagai contoh seorang anak dapat berbicara dan berkata-kata karena ia mempunyai pembawaan untuk berkata-kata, kemudian diajar dan dilatih berkata-kata(lingkungan), jika kedua faktor ini tidak ada, tidaklah mungkin kepandaian berkata-katanya dapat berkembang.
Mungkin akan lebih berarti jika pertanyaan tersebut dirubah menjadi “sampai dimanakah pembawaan atau lingkungan bertanggung jawab pada suatu perkembangan yang tertentu?” jika demikian, maka jawabannya adalah : Tiap-tiap sifat dan ciri-ciri manusia dalam perkembangannya ada yang lebih ditentukan oleh lingkungannya, dan ada pula yang lebih ditentukan oleh pembawaannya.1
Dari perumusan masalah tersebut maka jelaslah bahwa persoalan manakah yang lebih kuat atau lebih menentukan antara pembawaan dan lingkungan terhadap perkembangan belajar manusia, dari pelajaran psikologi kita mengetahui kebanyakan dari para ahli psikologi-individual (antara lain Alfred Adler dan Kunkel) lebih menitik beratkan kepada kekuatan pengaruh pembawaan, sedangkan ahli-ahli biologi dan ahli psiklogi yang lain lebih menekankan kepada kekuatan/pengaruh lingkungan.
b). Teori-teori ilmu bahasa
Perbedaan dalam cara atau metode mengajarkan bahasa dipengaruhi pula oleh perbedaan pandangan terhadap hakekat bahasa dan perbedaan dalam menganalisis dan mendeskripsikan bahasa, pada bagian ini dikemukakan aliran yang paling penting dalam bidang ilmu bahasa, yaitu aliran struktural dan aliran transformasi generatif, adapun penjabarannya sebagai berikut :
1. Aliran struktural.
Aliran ini dipelopori oleh linguis dari Swis Ferdinand de Sausser (1957-1913), tapi dikembangkan lebih lanjut secara signifikan oleh Leonard Bloomfield, Dialah yang meletakkan dasar linguistik struktural berdasarkan penelitian-penelitian dengan menggunakan metode penelitian ilmiah yang lazim digunakan dalam sains (Ilmu Pengetahua Alam).
Beberapa teori tentang bahasa menurut aliran ini dapat disebutkan antara lain ;
a.Bahasa itu pertama-tama adalah bahasa lisan
b.Kemampuan berbahasa diperoleh melalui kebiasaan ditunjang dengan latihan dan penguatan.
c.setiap bahasa memiliki sistemnya sendiri yang berbeda dari bahasa lain, karena itu, menganalisis suatu bahasa tidak bisa memakai kerangka yang digunakan untuk menganalisis bahasa lainnya.
d.Setiap bahasa memiliki sistem yang utuh dan cukup untuk mengekspresikan maksud dari penuturnya, karena itu tidak ada bahasa yang lebih unggul dari bahasa yang lainnya.
e.Semua bahasa yang hidup berkembang mengikuti perubahan zaman terutama ter jadi kontak dengan bahasa lain, karena itu kaidah-kaidahnya bisa berubah .
f.Sumber pertama dan utama kebakuan bahasa adalah penutur bahasa tersebut, bukan lembaga ilmiah, pusat bahasa, atau madzhab-madzhab gramatika.
Berdasar teori-teori kebahasaan tersebut, ditetapkan beberapa prinsip mengenai pengajaran bahasa, antara lain sebagai berikut :
1.Karena kemampuan bahasa diperoleh dari kebiasaan maka latihan menghafalkan dan menirukan berulang-ulang harus diintensufkan. Guu harus mengambil peran utama dalam pembelajaran.
2.Karena bahasa lisan merupakan sumber utama bahasa , maka guru harus memulai pelajaran dengan menyimak kemudian berbicara, membaca, dan menulis.
3.Hasil analisis kontrastif (perbandingan antara bahsa ibu dan bahasa yang dipelajari ) dijadikan dasar pemilihan materi pelajaran dan latihan-latihan.
4.Diberikan perhatian yang besar kepada wujud luar dari bahasa yaitu : pengucapan yang fasih, ejaan dan pelafalan yang akurat, struktur yang benar, dan sebagainya.
Seiring dengan teori-teori psikologi behaviorisme, teori-teori linguistik struktural inilah yang menjadi landasan bagi metode audio-lingual dalam pembelajaran bahasa
2. Aliran Generatif-Transformasi
Tokoh utama aliran ini adalah linguis Amerika Noam Chomsky yang pada tahun 1957 mempublikasikan bukunya “language Structures” . Tata bahasa generatif-transformasi membedakan dua stuktur bahasa, yaitu struktur luar (Surface structur-al-bina: al-zha:hiri) dan struktur dalam ( Deep structure-al-bina:’al-asa:si) bentuk ujaran yang diucapkan dan ditulis oleh penutur adalah struktur luar yang merupakan manifestasi dari struktur dalam ujaran itu bisa berbeda bentuk dengan struktur dalamnya, tetapi pengertian yang dikandung sama. Struktur luar bisa saja memiliki bentuk yang sama dengan struktur dalamnya, tetapi tidak selalu demikian.
Sejalan dengan itu Chomsky membagi kemampuan berbahasa menjadi dua, yakni kompetensi dan performansi. Kompetensi (competence-al-kafa:ah) adalah kemampuan ideal yang dimiliki oleh seorang penutur, kompetensi menggambarkan pengetahuan tentang sistem bahasa yang sempurna, yaitu pengetahuan tentang sistem kalimat(sintaks), sistem kata(morfologi), sistem bunyi(fonologi), dan sistem makna(semantik). Sedangkan performansi(performance-al-ada:’) adalah ujaran-ujaran yang bisa didengar atau dibaca, yang merupakan tuturan seseorang apa adanya tanpa dibuat-buat, karena itu performansi bisa saja tidak sempurna, dan karena itu pula, menurut Chomsky suatu bahasa hendaknya memberikan kompetensi dan bukan performansi.
Akan tetapi prinsip bahwa kompetensi (dalam pengertian Chomsky) adalah refleksi suatu kemampuan berbahasa, ditolak oleh Dell Hymes (1972) menurut Hymes, seseorang yang baru bisa mengguasai ragam yang ideal itu belum dikatakan menguasai suatu bahasa dalam arti yang sebenarnya, karena penguasaan itu harus mencapai tingkat kompetensi linguistik, yaitu penguasaan tata bahasa yang terlepas dari konteks, Penguasaan bahasa yang sempurna harus mencakup penguasaan kaidah-kaidah tata bahasa dan kaidah-kaidah interaksi sosial yang berhubungan dengan pemakaian bahasa. Didalam bahasa arab dikenal istilah dzawq lughowhy (cita rasa bahasa), yaitu suatu ujaran bisa saja benar secara nahwy tapi belum tentu benar secara dzawqy.
Dalam hal teori kebahasaan teori ini tidak berbeda dengan aliran struktural, yang pertama ialah teori bahwa bahasa itu pertama-tama adalah bahasa lisan, yang kedua ialah bahwa setiap bahasa memiliki sistem yang utuh dan cukup untuk mengekspresikan maksud dari penuturnya, karena itu tidak ada bahasa yang unggul dari bahasa lainnya.
Adapun teori-teori yang berbeda atau berseberangan diantara kedua aliran ini antara lain sebagai beikut :
1.Menurut aliran struktural kemampuan berbahasa diperoleh melalui kebiasaan yang ditunjang dengan latihan dan penguatan, sedangkan aliran transformasi generatif menekankan bahwa kemempuan berbahasa adalah sebuah proses kreatif.
2.Aliran struktural menekankan adanya perbedaan sistem antara satu bahasa dan bahasa lainnya, sedangkan aliran tranformatif generatif menegaskan adanya banyak unsur-unsur kesamaan diantara bahasa-bahasa, terutama pada struktur kalimatnya.
3.Aliran struktural berpendapat bahwa semua bahasa yang hidup berkembang mengikuti perubahan zaman terutama karena terjadinya kontak dengan bahasa lain, karena iitu kaidah-kaidahnyapun bisa berubah, aliran tranformatif-generatif menyatakan perubahan itu hanya terjadi pada struktur luar, sedangkan struktur dalam tidak berubah sepanjang masa, dan tetap menjadi dasar bagi setiap perkembangan yang terjadi.
4.Meskipun bisa menerima pandangan aliran struktural bahwa sumber pertama dan utama kebakuan bahasa adalah penutur bahasa tersebut, akan tetapi aliran transformasi-generatif mengingatkan bahwa penggunaan bahasa oleh seseorang atau kelompok kadang-kadang menyalahi kaidah bahasa, karena itu pembakuan bahasa merupaka suatu kebutuhan dan harus didasarkan atas kesepakatan umum atau mayoritas Sipenutur bahasa.
Berdasar teori ini , ditetapkan beberapa diperoleh beberapa prinsip yang dapat digunakan dalam pengajaran bahasa antara lain:
1)karena kemampuan berbahasa adalah sebuah proses kreatif, maka pembelajar harus diberi kesempatan yang luas untuk mengkreasi ujaran-ujaran dalam situasi komunikatif yang sebenarnya.
2)Pemilihan materi pelajaan tidak ditekankan pada hasil analisis kontrastif, melainkan pada kebutuhan komunukasi dan penguasaan fungsi-fungsi bahasa.
3)Kaidah nahwu dapat diberikan sepanjang hal itu diperlukan oleh pembelajar sebagai landasan untuk dapat mengkreasi ujaran-ujaran sesuai dengan kebutuhan komunikasi.
B. Penerjemahan Dan Pembinaan Peradaban
Kebudayaan tidak lahir dari kekosongan ia didahului oleh kebudayan-kebudayaan lain yang menjadi unsur pembentukya, kebudayaan suatu bangsa selalu merupakan ikhtisar dari kebudayaan sebelumnya atau eleksi dari berbagai kebudayaan lain. Dengan demikian kebudayaan dapat dipandang sebagai proses memberi dan menerima (Majid, 1997:2).
Proses diatas berkembang melelui berbagai sarana, diantaranya penerjemahan, catatan sejarah menegaskan bahwa peradaban islam pertama-tama berkembang melalui penerjemahan karya-karya lama yunani, india, dan mesir, dalam bidang ilmu eksakta dan kedokteran. Kegiatan ini dimulai pada masa pemerintahan khalifah Abu Jakfar Al Mansur(137-159 H/ 754-775M), seorang khalifah dari dinasti abbasiah. Upayanya itu mencapai kegairahan yang menakjubkan pada masa khalifah Al Makmun sehingga mnegantarkan islam pada masa keemasan (Majid, 1997;98-99).
Pada gilirannya, bangsa Eropa menyerap dan menyeleksi kebudayaan islam juga melalui kegiatan penerjemahan, menurut Newmark (1988:7) sekolah toledolah yang berjasa mentransfer kebudayaan arab dan yunani kedalam peradaban barat melalui kegiatan penerjemahan.
Zdenek zalman (Yunus,1989:2-3) menyimpulkan bahwa utang budi bangsa arab terhadap bangsa yunani dan Romawi (Eropa) akhirnya terbayar pula dengan hutang budi bangsa Eropa teradap bangsa Arab hingga mereka meraih masa pencerahan. Sejak abad ke-12 pusat-pusat penerjemahan berdiri di Spanyol, Sisilia, dan Italia, jika bangsa Arab menjadian Bagdad sebagai pusat utama kegiatan penerjemahan karya-karya bangsa Romawi dan Yunani, bangsa Eropa menjadikan Toledo sebagai pusat penerjemahan karya-karya bangsa arab.
Kemajuan bangsa Jepang pun diraih, diantaranya melalui kegiatan penerjemahan pada masa Restorasi Meiji, pesatnya perkembngan ilmu pengetahuan dimulai dari penyelenggaraan lembaga-lembaga penerjemhan yang kemudian menjadi lembaga pendidikan tinggi (Yunus, 1983:3-4).
Kegiatan keagamaan terutama nas keagamaan, sebagai tranfer budaya dan ilmu pengetahuan juga dilakukan oleh bangsa indonesia sejak masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda 91607-1636) di Aceh. Hal ini ditandai dengan dijumpainya karya-karya terjemahan ulama indonesia terdahulu (Yunus, 1989:4). Upaya umat islam Indonesia – juga kaum missionaris – terus berlanjut hingga sekarang. Hal ini menggambarkan betapa pentingnya kegiatan penerjemahan sebagai sarana pembinaan peradaban umat manusia untuk mencapai suatu kemajuan dan kesejahteraan.


C. Teori Dan Konsep Terjemah
Dalam bahasa Indonesia, isstilah terjemah dipungut bahasa Arab,tarjamah. Bahasa Arab sendiri memungut istilah tersebut dari bahsa Armenia, turjuman ( Didawi,1992:37). Kata Turjuman sebentuk dengan tarjuman dan tarjuman yang berarti orang yang mengalihkan tuturan dari satu bahasa ke bahasa lain (Manzhr, tt: 66).
Az-Zarqani (tt. II: 107-108) mengemukakan bahwa secara etimologis istilah terjemah memiliki empat makna :
a.Menyampaikan tuturan kepada orang yang tidak menerima tuturan itu.
b.Menjelaskan dengan tuturan dengan bahasa yang sama, misalnya bahasaArab dijelaskan dengan bahasa Arab atau bahasa Indonesia pula dijelaskan dengan bahasa indonesia pula.
c.Menafsirkan tuturan dengan bahasa yang berbeda, misalnya bahasa Arab dijelaskan dengan bahasa Indonesia atau sebaliknya.
d.Memindahkan tuturan dari suatu bahasa kebahsa lain seperti mengalihkan bahasa Arab kebahasa Indonesia
Makna etimologis diatas memperlihatkan adanya satu karakteristik yang menyatukan keempat makna tersebut, yaitu bahwa menerjemahkan berarti menjelaskan dan meneragkan tuturan, baik penjelasan itu samadengan tuturan yang dijelaskan maupun berbeda.
Adapun secara etimologis, menerjemah didefinisikan sebagai mengungkapkan makna tuturan suatu bahasa didalam bahasa lain dengan memenuhi seluruh makna dan maksud tuturan itu. Takrif diatas mengandung beberapa kata kunci yang perlu dijelaskan lebih lanjut. Kata “mengungkapkan” merupakan padanan untuk kata At-ta”bir yang asal katanya adalah “abara, yaitu melewati atau melintas, konsep kata yang terkandung dalam at-ta”bir yang dipadankan deengan mengungkapkan menunjukan bahwa ujaran atau nas itu merupakan sarana yang dilalui oleh seorang penerjemah untuk memperoleh makna yang terkandung dalam nas itu, jadi yang diungkapkan oleh penerjemah adalah makna nas, sedangkan nas itu sendiri merupakan sarana, bukan tujuan.
Kata kunci lainnya adalah makna, secara singkat dapat dikatakan bahwa makna berarti segala informasi yang berhubbungan dengan suatu ujaran. Makna ini bersifat objektif, artinya informasi itu hanya diperoleh dari ujaran tersebut tanpa melihat penuturnya. Adapun istilah maksud merujuk pada informasi yang diperoleh menurut pandangan penutur. Dengan demikian maksud itu bersifat subjektif.jika seseorang bertanya “apa kabar?” makna pertanyaan ini adalah menanyakan keadaan kesehatan seseorang, namun, maksud pertanyaan itu dapat bermacam, misal ingin berbasa-basi untuk maembuka pembicaraan, atau untuk menyapa.
Kata kunci terahir ialah bahwa terjemahan itu bersifat otonom, artinya, terjemahan dituntut untuk dapat menggantikan nas sumber. Dengan ungkapan lain nas terjemahan itu memberi pengaruh dan manfaat yang sama seperti yang diberikan oleh nas sumber, namun, sifat otonom ini tidak dapat diberlakukan kepada seluruh nas terjemahan, misal terhadap nas terjemahan al Quran (Syihabbuddin, 2005: 7-10).

D. Asumsi dalam penerjemahan.
Dalam bidang ilmu dikenal asumsi-asumsi yang dijadikan pedoman dan arah oleh orang-orang yang melakukan aneka kegiatan ilmiah pada bidang tersebut. Dalam bidang penerjemahan pun dikenal asumsi yang merupakan cara kerja,pengalaman , keyakinan dan pendekatan yang dianut oleh para peneliti, praktisi dan pengajar dalam melakukan berbagai kegiatannya. Bahkan, penerjemah yang tidak memiliki latar belakang pendidikan formal pun, tetapi yang dibesarkaan pengalamannya memiliki prinsip dan cara-cara yang digunakan untuk mengatasi masalah penerjemahan yang dihadapinya.
Menurut Syihabuddin (2005:16-17) diantara asumsi yang berlaku dalam kegiatan penerjemahan baik pada bidang teori, praktik, pengajaran, maupun evaluasi terjemahan adalah sebagai berikut :
a.Penerjemahan merupakan kegiatan yang kompleks, artinya, bidang ini menuntut keahlian penerjemah yang bersifat multi disipliner, yaitu kemampuan dalam bidang teori menerjemah, penguasaan bahasa sumber dan bahasa penerima berikut kebudayaannya secara sempurna, pengetahuan tentang berbagai bidang ilmu, dan kemampuan berpikir kreatif.
b.Budaya suatu bangsa berbeda dengan bangsa yang lain, maka bahasa suatu bangsa pun berbeda dengan yang lainnya, karena itu, pencarian ekuivalensi antara keduanya merupakan kegiatan utama yang dilakukan peerjemah.
c.Penerjemah berkedudukan sebagai komunikator antara pengarang dan pembaca. Dia sebagai pembaca yang menyelami makna dan maksud nas sumber, dan sebagai penulis yang menyampaikan pemahamannya kepada orang lain melalui sarana bahasa supaya orang lain memahaminya, penerjemahan berada pada titik pertemuan antara maksud penulis dan pemahaman pembaca (Lederer dan Seleskovitch, 1995: 14). Dengan demikian, penerjemah berpedoman pada pemakaian bahasa yang komunikatif.
d.Terjemahan yang baik adalah yang benar, jelas, dan wajar. Benar artinya makna yang terdapat dalam terjemahan adalaah sama dengan makna pada nas sumber, jelas berarti terjemahan itu mudah dipahami. Adapun wajar berarti terjemahan itu tidak terasa sebagai terjemahan dan bahasanya mengalir secara alamiah.
e.Terjemahan bersifat otonom, artinya, terjemahan hendaknya dapat menggantikan nas sumber atu nas terjemahan itu, memberika pengaruh yang sama kepada pembaca seperti yang ditimbulkan nas sumber.
f.Penerjemah dituntut untuk menguasai pokok bahasa pengetahuan tentang bahasa sumber, dan pengetahuan tentang bahasa penerima. Disamping itu diapun dituntut untuk bersikap jujur dan berpegang pada landasan hukum.
g.Pengajaran menerjemah dituntut untuk mengikuti landasan teoritis penerjemahan dan kritik terjemah.


E. Gramatika terjemah sebagai suatu metode
1. Sejarah singkat metode gramatika terjemah
Cikal bakal metode ini dapat dirujuk ke abad kebangkitan Eropa (abad 15) ketika banyak sekolah dan Universitas di Eropa pada waktu itu mengharuskan pelajar/mahasiswanya belajar bahasa latin karena dianggap mempunyai “nilai dasar pendidikan yang tinggi” guna mempelaari teks klasik.(Al Araby, 1981). Metode ini merupakan pencerminan yang tepat dari cara bahasa-bahasa Yunani kuno dan latin diajarkan selama berabad-abad (Subyakto, 1983). Akan tetapi penamaan metode klasik ini dengan “Grammar Translation Methode” baru dikenal pada abad 19, ketika metode ini digunakan secara luas dibenua Eropa(Brown, 2001). Untuk selanjutnya dalam perkembangan metode ini juga digunakan untuk pengajaran bahasa Arab, baik di negeri-negeri Arab maupun di negeri-negeri Islam lainnya, termasuk Indonesia.
Penggunaan metode ini berdasarkan Asumsi bahwa ada satu “logika semesta” yang merupakan dasar semua bahasa di dunia ini, dan bahwa tata bahasa merupakan bagian dari filsafat dan logika, belajar bahasa dengan demikian dapat memperkuat kemampuan berfikir logis, memecahkan masalah dan menghafal, para pelajar bahasa dengan metode ini didorong untuk menghafal teks-teks klasik berbahasa asing dan terjemahannya dalam bahasa pelajar, terutama teks-teks yang bernilai sastra tinggi, walaupun dalam teks itu seringkali terdapat struktur kalimat yang rumit serta kosa kata atau ungkapan yang yang sudah tidak terpakai.

1) Karakteristik metode Gramatika terjemah
Adapun karakteristik metode gramatika terjamah adalah sebagai berikut:
a.Tujuan dalam mempelajari bahasa asing adalah agar mampu membaca karya sastra dalam bahasa target (BT), atau kitab keagamaan dalam kasus belajar bahasa arab di indonesia.
b.Materi pelajaran terdiri atas buku nahwu, kamus atau daftar kata, dan teks bacaan.
c.Tata bahasa disajikan secara deduktif, yakni dimulai dengan penyajian kaidah didikuti dengan contoh-contoh, dan diielaskan secara rinci dan panjang lebar.
d.Kosa kata diberikan dalam bentuk kamus dwi bahasa, atau daftar kosa kata beserta terjemahannya.
e.Teks bacaan berupa karya sastra klasik atau kitab keagamaan lama.
f.Basis pembelajaran adalah penghafalan kaidah tata bahasa dan kosa kata, kemudian penerjemahan harfiah dari bahasa target ke bahasa pelajar atau sebaliknya.
g.Bahasa ibu pelajar digunakan sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan belajar-mengajar.
h.Peran guru aktif sebagai penyaji materi sedangkan peran siswa / pelajar/pasif sebagai penerima materi.
3. langkah-langkah pembelajaran metode gramatika terjemah.
Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam pembelajaran metode Gramatika Terjemah pada umumnya adalah sebagai berikut :
a.Guru memulai pelajaran dengan menjelaskan definisi butir-butir tata bahasa kemudian memberikan contoh-contohnya. Buku teks yang dipakai memang menggunakan metode deduktif.
b.Guru menuntun siswa menghafalkan daftar kosa kata dan terjemahannya, atau meminta siswa mendemonstrasikan hafalan kosa kata yang telah diajarkan sebelumnya.
c.Guru meminta siswa membuka teks bacaan kemudian menuntun siswa memahami isi bacaan dengan menerjemahkan kata per kata atau kalimat per kalimat. Atau guru meminta siswa membaca dalam hati kemudian mencoba menerjemahkan kata per kata atau kalimat perkalimat ; guru membetulkan terjemahan yang salah dan menerangkan beberapa segi ketatabahasaan (nahwu-sharaf) dan keindahan bahasanya (balaghah). Pada waktu Lain guru juga maminta siswa melakukan analisa tatabahasa (meng-i’rab).
4. kekuatan metode gramatika terjemah
a.pelajar menguasai dalam arti hafal diluar kepala kaidah-kaidah tata bahasa arab.
b.pelajar memahami isi detail bacaan yang dipelajarinya dan mampu menerjemahkan.
c.pelajar memahami karakteristik bahasa arab dan banyak hal lainnya yang bersifat teoritis, serta dapat membandingkannya dengan bahasa ibu.
d.memperkuat kemampuan pelajar dalam hal mengingat dan menghafal.
e.bisa dilaksanakan dalam kelas besar dan tidak menuntut kemampuan guru yang ideal.
5. kelemahan
a.lebih banyak mengajarkan “tentang bahasa” bukan mengajarkan “kemahiran berbahasa”
b.hanya mengajarkan kemahiran membaca, sedang tiga aspek lain (menyimak, berbicara, menulus) diabaikan.
c.terjemahan harfiah sering mengacaukanmakna kalimat dalam konteks yang luas, dan hasil terjemahannya tidak lazim menurut cita rasa bahasa ibu siswa.
d.pelajar hanya mempelajari satu ragam bahsa, yaitu ragam bahasa tulis klasik, sedangkan bahasa tulis modern dan bahasa percakapan tidak diperoleh.
e.kosa kata, struktur dan ungkapan yang dipelajari oleh siswa mungkin sudah tidak dipakai lagi atau dipakai dalam arti yang berbeda dalam bahasa modern.
f.karena otak siswa dipenuhi oleh masalah-masalah tata bahasa, maka tidak tersisa lagi tempat untuk ekspresi dan kreasi berbahasa.
Disadari bahwa setiap metode memiliki kekuatan dan kelemahan (ahmad fuad effendi, 2004: 69) sehingga tidak dapat dikatakan mana yang paling baik dan yang paling unggul, karena setiap metode memiliki landasan-landasan teoritis dan empiris, sebuah metode lahir untuk memenuhi kekurangan dari metode lainnya, sedangkan untuk memenuhi kekurangan-kekurangan dari metode gramatika terjemah ini dapat digunakan metode ekletik, yaitu yang berarti pemilihan dan penggabungan dari semua metode yang ada untuk mengefektifkan pengajaran, metode ini didasarkan pada asumsi bahwa :
1.tidak ada metode yang ideal karena masing-masing mempunyai segi kekuatan dan kelemahan.
2.setiap metode mempunyai kekuatanyang bisa dimanfaatkanuntuk mengefektifkan pelajaran.
3.lahirnya metode baru harus dilihat tidak sebagai penolakan atas metode lama, melaimkan harus dilihat sebagai penyempurnaan.
4.tidak ada satu metode yang cocok untuk semua tujuan, semua guru,semua siswa dan semua program pengajaran.
5.yang terpenting dalam pengajaran adalah memenuhi kebutuhan pelajar, bukan memenuhi kebutuhan metode.
6.setiap guru memiliki kewenangan dan kebebasan untuk memilih metode yang sesuai dengan kebutuhan pelajar.
F. Madrasah diniyah.
Proses dalam jalur belajar atau jalur memperoleh pendidikan dapat digolongkan menjadi 3 jalur yaitu : jalur Formal (yang dilakukan disekolah-sekolah pada umumnya), jalur informal (berupa pandidikan secara tidak lansung dan dapat pula berupa pengalaman hidup si anak ), serta pendidikan non formal. Slah satu pendidikan non formal yang dapat mengarahkan anak didik dapat memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani serta akal dan akhlaknya adalah madrasah diniyah, karena tujuan pendidikan di madrasah diniyah tidak semata-mata untuk memperkaya fikiran murid dengan penjelasan-pemjelasan, tetapi untuk meningktkan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, serta mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan para murid untuk hidup sederhana dan bersih hati.
Karena itu dikebanyakan pesantren dan madrasah diniyah dalam pengajaran kitab-kitabnya menggunakan cara wetonan, bandongan, hafalan, dan sorogan.(Jasa Ungguh Muliawan, 2005 : 159 ), wetonan dan bandongan adalah metode pengajaran dengan cara santri mengikuti pelajaran duduk disekeliling kyai, Kyai membacakan kitab yang dipelajari saat itu, dan santri menyimak dan membuat catatan pada kitab masing-masing.
G. Membaca
Membaca sebetulnya merupakan kegiatan membunyikan kata-kata yang tersaji dalam bentuk teks. Jika seorang anak yang masih sangat muda sudah dapat mengarahkan pandangannya pada bacaan dari kiri ke kanan, berarti ia telah memahami arah membaca serta mengetahui bahwa teks tersebut memiliki arti atau pesan tersendiri (Byrnes, 2001). Pendapat Byrnes ini tentu hanya valid untuk negara-negara yang orientasi membacanya dimulai dari kiri ke kanan, dan tidak valid untuk negara dengan orientasi membaca yang lain seperti Arab atau Jepang. Adapun definisi membaca secara ilmiah menurut salah satu tokoh yang bernama Snow adalah: Suatu proses pemberian makna pada materi yang tercetak dengan menggunakan pengetahuan tentang huruf-huruf tertulis dan susunan suara dari bahasa oral untuk mendapatkan pengertian.2
Dari definisi diatas, tampak bahwa membaca membutuhkan pemahaman dari apa yang tertulis. Secara lebih rinci, proses membaca merupakan proses yang kompleks, mulai dari melihat bentuk-bentuk alfabet, memaknai, dan mencoba memahaminya melalui berbagai proses berpikir seperti analisis dan sintesis.. Semua kegiatan tersebut melibatkan pengalaman masa lalu dan kerangkaberpikir (mindset) yang telah dipelajari agar dapat diperoleh sebuah pemahaman.
a. Hakekat membaca
Menurut Kolker (1983: 3) membaca merupakan suatu proses komunikasi antara pembaca dan penulis dengan bahasa tulis. Hakekat membaca ini menurutnya ada tiga hal, yakni afektif, kognitif, dan bahasa. Perilaku afektif mengacu pada perasaan, perilaku kognitif mengacu pada pikiran, dan perilaku bahasa mengacu pada bahasa anak. 3
Doglass (dalam Cox, 1988: 6) memberikan definisi membaca sebagai suatu proses penciptaan makna terhadap segala sesuatu yang ada dalam lingkungan tempat pembaca mengembangkan suatu kesadaran. Sejalan dengan itu Rosenblatt (dalam Tompkins, 1991: 267) berpendapat bahwa membaca merupakan proses transaksional. Proses membaca berdasarkan pendapat ini meliputi langkah-langkah selama pembaca mengkonstruk makna melalui interaksinya dengan teks bacaan. Makna tersebut dihasilkan melalui proses transaksional. Dengan demikian, makna teks bacaan itu tidak semata-mata terdapat dalam teks bacaan atau pembaca saja.
Fredick Mc Donald (dalam Burns, 1996: 8) mengatakan bahwa membaca merupakan rangkaian respon yang kompleks, di antaranya mencakup respon kognitif, sikap dan manipulatif. Membaca tersebut dapat dibagi menjadi beberapa sub keterampilan, yang meliputi: sensori, persepsi, sekuensi, pengalaman, berpikir, belajar, asosiasi, afektif, dan konstruktif. Menurutnya, aktiivitas membaca dapat terjadi jika beberapa sub keterampilam tersebut dilakukan secara bersama-sama dalam suatu keseluruhan yang terpadu
Syafi'i (1999: 7) juga menyatakan bahwa membaca pada hakekatnya adalah suatu proses yang bersifat fisik atau yang disebut proses mekanis, beberapa psikologis yang berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi. Adapun Farris (1993: 304) mendefinisikan membaca sebagai pemrosesan kata-kata, konsep, informasi, dan gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh pengarang yang berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman awal pembaca. Dengan demikian, pemahaman diperoleh bila pembaca mempunyai pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya dengan apa yang terdapat di dalam bacaan.
Dengan adanya beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa membaca pada hakekatnya adalah suatu proses yang dilakukan oleh pembaca untuk membangun makna dari suatu pesan yang disampaikan melalui tulisan. Dalam proses tersebut, pembaca mengintegrasikan antara informasi atau pesan dalam tulisan dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimiliki.
b. Proses membaca
Menurut beberapa ahli ada beberapa model pemahaman proses membaca, di antaranya model bottom-up, top-down, dan model interaktif. Model botton-up menganggap bahwa pemahaman proses membaca sebagai proses decoding yaitu menerjemahkan simbol-simbol tulis menjadi simbol-simbol bunyi. Pendapat itu menurut Harjasujana (1986: 34) sama dengan pendapat Flesch (1955) yang mengatakan bahwa membaca berarti mencari makna yang ada dalam kombinasi huruf-huruf tertentu. Begitu juga menurut pendapat Fries (dalam Harjasujana, 1986: 34) bahwa membaca sebagai kegiatan yang mengembangkan kebiasaan-kebiasaan merespon pada seperangkat pola yang terdiri atas lambang-lambang grafis.
Pendapat-pendapat di atas ternyata ditentang oleh Goodman (dalam Cox, 1998: 270) yang menyatakan bahwa membaca sebagai proses interaksi yang menyangkut sebuah transaksi antara teks dan pembaca. Pembaca yang sudah lancar pada umumnya meramalkan apa yang dibacanya dan kemudian menguatkan atau menolak ramalannya itu berdasarkan apa yang terdapat dalam bacaan, membaca seperti itu disebut model top-down.
Kedua pendapat yang menyatakan model bottom-up dan model top-down akhirnya dipersatukan oleh Rumelhart dengan nama model interaktif. Rumelhart (dalam Harris dan Sipay, 1980: 8) menyatukan dua pendapat itu dengan alasan bahwa proses belajar membaca permulaan bergantung pada informasi grafis dan pengetahuan yang berada dalam skemata. Membaca merupakan suatu proses menyusun makna melalui interaksi dinamis di antara pengetahuan pembaca yang telah ada dan informasi itu telah dinyatakan oleh bahasa tulis dan konteks situasi pembaca.
Burns, dkk. (1996: 6) menyatakan bahwa aktifitas membaca terdiri atas dua bagian, yaitu proses membaca dan produk membaca. Dalam proses membaca ada sembilan aspek yang jika berpadu dan berinteraksi secara harmonis akan menghasilkan komunikasi yang baik antara pembaca dan penulis. Komunikasi antara pembaca dan penulis itu berasal dari pengkonstruksian makna yang dituangkan dalam teks dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
Lebih lanjut Burns, dkk. (1996:8) mengemukakan sembilan proses membaca tersebut yaitu:
(1)mengamati simbol-simbol tulisan
(2)menginterprestasikan apa yang diamati
(3)mengikuti urutan yang bersifat linier baris kata-kata yang tertulis
(4)menghubungkan kata-kata (dan maknanya) dengan pengalaman dan pengetahuan yang telah dipunyai
(5)membuat referensi dan evaluasi materi yang dibaca
(6)mengingat apa yang dipelajari sebelumnya dan memasukkan gagasan-gagasan dan fakta-fakta baru
(7)membangun asosiasi
(8)menyikapi secara personal kegiatan/tugas membaca sesuai dengan interesnya
(9)mengumpulkan serta menata semua tanggapan indera untuk memahami materi yang dibaca.
c. Periode membaca
1. Prabaca
Menurut Burns, dkk. (1996: 224) siswa akan terdorong memahami keseluruhan materi jika para guru membiasakan kegiatan membaca dengan aktivitas prabaca, saatbaca, dan pascabaca. Tahap-tahap membaca itu tidak sama prosedurnya. Tahap prabaca berbeda dengan tahap saat-baca dan pascabaca sebab tahap-tahap itu memerlukan teknik pembelajaran yang berbeda pula.
Aktivitas pada tahap prabaca sangat berguna bagi mahasiswa untuk membangkitkan pengetahuan sebelumnya. Aktivitas tersebut menurut Burns, dkk. (1996:224) bisa berupa membuat prediksi tentang isi bacaan, dan menyusun pertanyaan tujuan. Adapun Moore (1991: 22) menyarankan kepada siswa agar pada prabaca, siswa menganalisis judul bab, subjudul, gambar, pendahuluan yang dilanjutkan dengan menyusun pertanyaan. Leo (1994: 5) mempertegas pendapat Moore bahwa sebelum kegiatan membaca, siswa mensurvei judul bab supaya bisa mengembangkan membaca secara efektif ,dan bisa mengatur waktunya secara fleksibel.
2. Saat-baca
Aktivitas pada tahap saat-baca merupakan kegiatan setelah prabaca. Kegiatan ini dilakukan siswa untuk memperoleh pengatahuan baru dari kegiatan membaca teks bacaan. Dalam membaca tersebut, siswa akan berusaha secara maksimal memahami teks bacaan dengan berbagai strategi. Burns, dkk. (1996:229-236) mengemukakan beberapa strategi dan aktivitas yang dapat digunakan pada saat-baca untuk meningkatkan pemahaman tersebut. Strategi dan aktivitas yang dimaksud meliputi strategi matakognitif, prosedur cloes dan pertanyaan penuntun. Sedangkan Leo (1994: 8) lebih menekankan pada kegiatan membaca dengan cara menandai bagian-bagian yang dianggap penting dan atau membuat ikhtisar bacaan tersebut.
3. Pasca-baca
Aktivitas pada tahap pascabaca, menurut Burns, dkk. (1996:237) digunakan untuk membantu siswa memadukan informasi baru yang dibacanya ke dalam skemata yang telah dimilikinya sehingga diperoleh tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Strategi yang bisa digunakan dalam pascabaca dapat berupa pembelajaran pengayaan, pertanyaan, representasi visual, teater pembaca, penceritaan kembali dan aplikasi.
d. Jenis-jenis membaca
Dari Aspek kegiatannya
a. Membaca Keras
Membaca keras merupakan kegiatan membaca yang menekankan pada ketepatan bunyi, irama, kelancaran, perhatian terhadap tanda baca. Kegiatan membaca seperti ini disebut juga sebagai kegiatan “membaca teknis”.

b.Membaca dalam Hati
Membaca dalam Hati merupakan kegiatan membaca yang bertujuan untuk memperoleh pengertian, baik pokok-pokok maupun rincian-rinciannya. Secara fisik membaca dalam hati harus menghindari vokalisasi, pengulangan membaca, menggunakan telunjuk/petunjuk atau gerakan kepala.
c.Membaca Cepat
Yaitu membaca yang tidak menekankan pada pemahaman rincian-rincian isi bacaan, akan tetapi memahami pokok-pokoknya saja. Membaca ini dapat dilakukan dengan menggerkkan mata dengan pola-pola tertentu.
d.Membaca Rekreatif
Yaitu kegiatan membaca yang bertujuan untuk membina minat dan kecintaan membaca; biasanya bahan bacaab diambil dari cerpen dan novel.
e.Membaca Analitik
Yaitu kegiatan membaca yang bertujuan untuk mencari informasi dari bahan tertulis; menghubungkan satu kejadian dengan kejadian yang lain, menarik kesimpulan yang tidak tertulis secara eksplisit dalam bacaan.


Menurut Bentuknya
1.Membaca Intensif (Qira’ah Mukatsafah)
Yaitu membaca yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan utama dalam membaca dan memperkaya perbendaharaan kata serta menguasai qawaid yang dibutuhkan dalam membaca.
2.Membaca Ekstensif (Qira’ah Muwassa’ah)
Yaitu membaca yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman isi bacaan.
e. Membaca Pemahaman
Banyak definisi membaca pemahaman yang disampaikan oleh para ahli. Definisi itu secara umum mempunyai arti yang hampir sama, yaitu memahami informasi secara langsung yang ada dalam teks bacaan itu dan memahami informasi yang tidak secara langsung dalam teks. Pendapat-pendapat yang mendukung definisi itu diantaranya adalah:
Rubin (1993: 194) mendefinisikan bahwa membaca pemahaman adalah proses pemikiran yang kompleks untuk membangun sejumlah pengetahuan. Membangun sejumlah pengetahuan itu menurut Nola Banton Smith dalam Rubin (1993:195) bisa berupa kemampuan pemahaman literal, interpretatif, kritis, dan kreatif. Hal itu diperkuat oleh Burns (1996:255) bahwa membaca pemahaman terdiri empat tingkatan, yaitu pemahaman literal (literal comprehension), pemahaman interpretatif (interpretative comprehension), pemahaman kritis (critical comprehension) dan pemahaman kreatif (creative comprehension).
Beberapa kemampuan yang ada dalam membaca literal, interpretatif, kritis, dan kreatif dapat diuraikan lebih rinci lagi mulai dari definisi sampai dengan aktivitasnya. Penjelasan tentang definisi dan aktivitasnya tersebut, Syafi’ie (1999: 31) mengatakan bahwa pemahaman literal adalah pemahaman terhadap apa yang dikatakan atau disebutkan penulis dalam teks bacaan. Pemahaman ini diperoleh dengan memamhami arti kata, kalimat dan paragraf dalam konteks bacaan itu seperti apa adanya. Dalam pemahaman literal ini tidak terjadi pendalaman pemahaman terhadap isi inforasi bacaan. Yang terjadi hanya mengenal dengan mengingat apa yang tertulis dalam bacaan. Untuk membangun pemahaman literal, pembaca dapat menggunakan kata tanya apa, siapa, kapan, bagaimana, mengapa.
Membaca interpretatif merupakan kegiatan membaca yang berusaha memahami apa yang dimaksudkan oleh penulis dalam teks bacaan. Kegiatan ini lebih dalam lagi bila dibandingkan dengan membaca literal karena dalam membaca literal pembaca hanya mengenal apa yang tersurat saja, tetapi dalam membaca interpretatif, pembaca ingin juga mengetahui apa yang disampaikan penulis secara tersirat. Menurut Syafi’ie (1999:36) pemahaman interpretatif harus didahului pemahaman literal yang aktivitasnya berupa: menarik kesimpulan, membuat generalisasi, memahami hubungan sebab-akibat, membuat perbandingan-perbandingan, menemukan hubungan baru antara fakta-fakta yang disebutkan dalam bacaan.
Membaca kritis merupakan membaca yang bertujuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu teks bacaan dengan jalan melibatkan diri sebaik-baiknya ke dalam teks bacaan itu. Oleh para ahli membaca kritis ini dipandang sebagai jenis membaca tersendiri sehingga para ahli membuat definisi yang redaksinya berbeda-beda. Menurut Burns (1996:278) membaca kritis adalah mengevaluasi materi tertulis, yakni membandingkan gagasan yang tercakup dalam materi dengan standar yang diketahui dan menarik kesimpulan tentang keakuratan, dan kesesuaian. Pembaca kritis harus bisa menjadi pembaca yang aktif, bertanya, meneliti fakta-fakta, dan menggantungkan penilaian/keputusan sampai ia mempertimbangkan semua materi.
Membaca kreatif merupakan tingkatan membaca pemahaman pada level yang paling tinggi. Pembaca dalam level ini harus berpikir kritis dan harus menggunakan imajinasinya. Dalam membaca kreatif, pembaca memanfaatkan hasil membacanya untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan emosionalnya.
Kemampuan itu akan bisa memperkaya pengetahuan-pengetahuan, pengalaman dan meningkatkan ketajaman daya nalarnya sehingga pembaca bisa menghasilkan gagasan-gagasan baru. Proses membaca kreatif ini menurut Syafi’ie (1999:36) dimulai dari memahami bacaan secara literal kemudian menginterpretasikan dan memberikan reaksinya berupa penilaian terhadap apa yang dikatakan penulis, dilanjutkan dengan mengembangkan pemikiran-pemikiran sendiri untuk membentuk gagasan, wawasan, pendekatan dan pola-pola pikiran baru.
H. Kitab Jurumiyah
Adalah matan kitab jurumiyah karangan Abdulloh Muhammad bin Muhammad bin Dawud Ash-Shonhajie Rohimahulloh (Imam Shonhaji), Kitab ini salah satu matan yang biasa dipakai oleh kalangan pesantren untuk pembelajaran dasar-dasar ilmu nahwu bagi pemula, dalam mengawali pembelajaran fan ilmu alat lebih lanjut, walaupun dikategorikan sebagai kitab yang relatif kecil, namun secara luas membahas tentang seluk beluk ilmu nahwu, mulai yang paling awal (dasar), hingga bab yang agak sukar, para santri disebagian besar pesantren salafy pada khususnya diwajibkan mempelajarinya, karena telah menjadi acuan para kyai selaku pamangku pasantren, Mereka telah menetapkan “kitab jurumiyah” ini sebagai salah satu kitab acuan yang sesuai dalam pembelajaran bahasa arab umumnya dan ilmu nahwu khususnya.
Kitab ini merupakan kitab lanjutan tentang Ilmu Nahwu yang digunakan untuk mempelajari dasar-dasar tata bahasa arab lengkap. Memahami kaidah-kaidah dhohir kalimat. Sehingga memberi faidah yang sempurna dan bagus, diamnya pendengar atas sesuatu perkataan. Mengatur perubahan akhir kalimat karena berbeda-bedanya huruf yang masuk memerintah kepada kalimat tersebut.
Ilmu ini biasa juga disebut sebagai ibunya ilmu, karena semua pengucapan dan penulisan ilmu yang berkembang, akan diatur oleh ilmu ini dalam menentukan apa, siapa, mengapa, bagaimana, dimana dan kapan status akhir kalimat fi-il, isim dan harafnya.


Metode Yang Biasa Digunakan dalam Pembelajaran
1. Metode Bandongan
Bandongan atau metode wetonan adalah cara penyampaian kitab kuning dimana seorang guru, kyai atau ustadz membacakan dan menjelaskan isi kitab kuning, sementara santri, murid atau siswa mendengarkan, memberimakna dan mnerima. Dalam metode ini guru, kyai atau ustadz yang ber peran aktif sementara santri, murid atau siswa bersifat pasif..
Secara metodologi ,dalam kamus besar bahasa indonesia,bendongan diartikan dengan “pengajaran dalam bentuk kelas (pada sekolah agama)secara teminologi,metode bendongan adalah kiyai menggunakan bahasa daerah setempat,kiyai membaca ,membaca,menterjemahkan ,menerangkan kalimat-demi kalimat kitab yang dipelajarinya,santri secara cermat mengikuti penjelasan yang diberikan oleh kiyai dengan memberikan catatan-catatan tertentu pada kitabnya masing-masing sehingga kitabnya disebut kitab jenggot karena banyaknya catatan yang menyerupai jenggot seorang kiyai.
Secara metodologi ,dalam kamus besar bahasa indonesia,bendongan diartikan dengan “pengajaran dalam bentuk kelas (pada sekolah agama)secara teminologi,metode bendongan adalah kiyai menggunakan bahasa daerah setempat,kiyai membaca ,membaca,menterjemahkan ,menerangkan kalimat-demi kalimat kitab yang dipelajarinya,santri secara cermat mengikuti penjelasan yang diberikan oleh kiyai dengan memberikan catatan-catatan tertentu pada kitabnya masing-masing sehingga kitabnya disebut kitab jenggot karena banyaknya catatan yang menyerupai jenggot seorang kiyai.
Kekurangan dan kelebihan dari metode ini adalah :

a. Kelebihan
1.Lebih cepat dan praktis untuk mengajar santri yang jumlahnya
2.banyak.
3.Lebih efektif bagi murid yang telah mengikuti sistem sorogan secara intensif.
4.Materi yang diajarkan sering di ulang-ulang sehingga memudahkan anak untuk memahaminya.
b. Kekurangan
1.Metode ini dianggap lamban dan tradisional,karena dalam meeneyampaikan materi sering berulang-ulang.
2.Guru lebih kreatif daripada siswa karena proses belajarnya berlangsung satu jalur.
3.Dialog anatara guru dan murid tidak banyak terjadi sehingga murid cepat bosan.
4.Kurang efektif bagi murid yang pintar karena materi yang disampaikan sering diulang-ulang sehingga terhalang kemajuannya
2. Metode Sorogan
Sorogan adalah metode pembelajaran yang berbeda dengan metode bandongan. Dalam metode sorogan ini, santri, murid atau siswa membaca kitab kuning dan memberi makna sementara guru, kyai atau ustadzmendengarkan sambil berkomentar atau bimbingan bila di perlukan.
Sorogan artinya belajar secara individu dimana seseorang santri berhadapan dengan seorang guru,terjadi saling berinteraksi salingmengenal di antara keduanya. Sedangkan menurut wahyu utomo ,metode sorogan adalah sebuah sistem belajar dimana para santri meju satu persatu untuk membaca dan menguraikan isi kitab dihadapan seorang guru atau kiyai.
Kekurangan dan kelebihan metode ini adalah :
a. Kelebihan
1.Terjadi hubungan yang erat dan harmonis antara guru dengan murid.
2.Memungkinkan bagi seorang guru utnuk mengawasi,menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid dalam menguasai bahsa arab.
3.Murid mendapatkan penjelasan yang pasti tanpa harus mereka-reka tentang interpretasi suatu kitab karena berhadapan dengan guru secara langsung yang memungkinkan terjadinya tanya jawab.
4.Guru dapat mengetahui seacara pasti kualitas yang telah dicapai muridnya.
5.Santri yang IQ-nya tinggi akan cepat menyelsaikan pelajaran (kitab),sedangkan yang IQ-nya rendah ia membutuhkan waktu yang cukup lama.
b. Kelemahan
1.Tidak efisien karena hanya menghadapi beberapa murid 9tidak lebih dari 5 orang),sehingga kalau manghadapi murid yang banyak metode kurang begitu tepat.
2.Membuat murid cepat bosan karena metode ini menuntut kesabaran,kerajinan,ketaatan dan kedisiplinan pribadi.
3.Murid kadang hanya menangkap kesan verbalisme semata terutama mereka yang tidak mengerti terjemahan tertentu.
3. Metode Tanya Jawab
Yaitu semua bentuk pertanyaan antara murid dan guru maupun sebaliknya, baik itu diawal, ditengah maupun diakhir pelajaran. Tanya jawab mencakup semua materi ajar bab, sub bab ataupun lainnya yang telah diberikan maupun yang sedang berlangsung. Tanya jawab diberikan untuk melihat seberapa jauh pemahaman murid tanggap terhadap materi yang telah diberikan4..